AMBON,MM. – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku diminta untuk mengusut Proyek pembangunan jaringan irigasi di Bubi, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Maluku yang diduga mangkrak hingga saat ini.
Proyek bernilai Rp226,9 miliar itu terbengkalai, dan tidak dimanfaatkan sejak dikerjakan tahun 2017 hingga 2020 lalu. Proyek ini milik Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku.
Praktisi Hukum, Hendrik Lusikooy yang diminta tanggapannya, mengaku sangat menyayangkan proyek pemerintah di daerah yang terkesan hanya menghamburkan uang negara, dan tidak bermanfaat bagi masyarakat.
Apalagi, kata Hendrik, saat ini memasuki tahun efisiensi yang tentu anggaran-anggaran di potong. Sehingga, upaya untuk menyelesaikan pekerjaan sudah tidak ada lagi.
“Ini tahun efisiensi. APBN di potong, dan tentu pengaruh ke daerah, dan itu sudah dirasakan. Nah, pertanyaannya jika proyek itu mau diselesaikan pakai anggaran dari mana?. Tahun ini tidak ada pembangunan, kalau kita ikuti,” ungkap Hendrik kepada wartawan, Rabu (12/3/2025).
Soal proyek Irigasi yang memakan anggaran hingga ratusan miliar dan terbengkalai itu, lanjut Hendrik, harus dilihat sebagai masalah yang serius. Kemanfaatan hukum sebagai upaya mensejaterahkan rakyat tidaklah direalisasikan secara profesional.
“Olehnya itu, penegak hukum baik itu Polri maupun Jaksa, dalam hal ini Kejati Maluku harus menjalankan fungsi penegakan hukumnya. Uang negara harus diselematkan. Upaya penyelidikan harus segara dilakukan. Ini uang ratusan miliar loh,”tegasnya.
Menurutnya, Kejati Maluku harus bertindak dengan melakukan rangkaian penyelidikan terhadap proyek dimaksud.
“Kita tahu, Jaksa Agung sangat tegas dengan pemberantasan korupsi. Kita lihat baru-baru ini, Kejagung berhasil bongkar kasus Tima, kasus Pertamina dengan nilai triliunan. Nah, Kejati Maluku juga harus tegas. Jangan hanya seremonial, dan prefentif saja. Tapi tegas dalam upaya pemberantasan korupsi. Ini harus dilakukan, biar kepercayaan publik tetap terjaga,”ungkapnya.
Pihak BWS dan pelaksana proyek (kontraktor-red) dan pihak-pihak lainnya harus dipanggil untuk diperiksa.
Sebelumnnya, Direktur Rumah Muda Anti Korupsi (RUMMI), Fadel Rumakat dalam rilisnya, mengatakan, pembangunan irigasi tersebut, tidak memberikan manfaat bagi petani, justru merugikan negara dan masyarakat setempat.
Dia meminta Aparat Penegak Hukum (APH) turun tangan menginvestigasi proyek tersebut, sekaligus memeriksa pihak BWS dan Kontraktor yang mengejakan proyek bernilai jumbo itu.
“Seharusnya proyek ini meningkatkan produksi pertanian dan kesejahteraan petani, tetapi faktanya hingga kini irigasi ini tidak berfungsi sama sekali. Aparat penegak hukum harus segera menyelidiki penyebab mangkraknya proyek ini,”kata Fadel dalam rilisnya yang diperoleh RRI Ambon, Selasa (11/3/2025).
Jika penegak hukum tidak bertindak, tegas Fadel, hal itu bisa dianggap sebagai pembiaran terhadap dugaan tindak pidana korupsi di lingkup Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku.
“Pihak Kepolisian dan Kejaksaan Tinggi Maluku mengungkap persoalan ini. Kegagalan proyek irigasi ini disebabkan oleh tiga faktor utama dalam perencanaan yang tidak dipenuhi. BWS dan Kontraktor harus diperiksa,” tegasnya.
Dia menuturkan, bahwa kondisi lahan di wilayah Bubi yang merupakan lahan sagu, sesuai Peraturan Gubernur (Pergub), jika ingin dialihfungsikan menjadi lahan irigasi, diperlukan perubahan regulasi terlebih dahulu.
“Petani penggarap yang berorientasi pada tanaman padi. Jika tidak ada petani yang menanam padi, maka sistem irigasi menjadi sia-sia,”ujarnya.
Ia menambahkan, jika perencanaan proyek tidak transparan dan tidak dikaji bersama DPRD provinsi maupun kabupaten, maka proyek ini terkesan dipaksakan oleh pihak BWS dan kontraktor. Ia menduga ada permainan dalam skema tender proyek tersebut.
“BWS Maluku harus mengkaji ulang proyek-proyek yang telah menggunakan anggaran besar tetapi tidak berdampak bagi masyarakat. Aparat penegak hukum harus segera memanggil kontraktor dan Kepala BWS untuk dimintai pertanggungjawaban atas mangkraknya proyek tersebut,” pintanya. (MM)