AMBON,MM.- Pengadilan Negeri Ambon, melakukan eksekusi terhadap tga unit rumah warga di kawasan Rijali, Mardika, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Selasa (3/9/2024).
Eksekusi dilakukan pihak Pengadilan Negeri Ambon atas permintaan permohonan eksekusi Nonce Alona Patty terhadap termohon, Remon Leonard Mailuhu beserta keluarganya.
Eksekusi berjalan alot, setelah mendapat perlawanan dari pemilik rumah, Remon Leonard Mailuhu beserta keluarganya.
Perlawanan dilakukan pihak termohon, setelah pengadilan mendatangi lokasi eksekusi, sekitar pukul 09.00 Wit. Kehadiran mereka bersama Buruh Pelabuhan, mendapat perlawanan dari pihak termohon eksekusi.
Hadir juga pemohon eksekusi, Nonce Alona Patty melalui pengacaranya, Hans Pea.
Saat hendak membacakan penetapan eksekusi Ketua Pengadilan Negeri Ambon terhadap lahan seluas 1.171 meter persegi, dicegah oleh keluarga termohon eksekusi.
Cekcok mulut terjadi antara pihak termohon eksekusi dengan petugas Pengadilan. Bahkan kedua belah pihak saling berebutan mempertahakan pintu pagar rumah. Insiden ini menjadi perhatian warga yang sedang melintas, karena aparat kepolisian Polresta Ambon juga ikut melakukan pengamanan.
Setelah terjadi perdebatan, akhirnya satu unit rumah berlantai II, serta dua rumah disekitarnya berhasil di robokan h alat berat eksavator. Keluarga termohon eksekusi akhirnya menyerah, dan pasrah melihat rumah mereka dirobohka, tersisa puing, setelah mendiami rumah tersebut selama 65 tahun.
Termohon eksekusi, Remon Leonard Mailuhu kepada wartawan mengaku, pasrah, dan menghindari terjadinya korban jiwa
“Kita sangat pahami hukum, kalua kita lebih pasti ada korban jiwa. Kami sangat pahami hukum. Tapi kasihan, kami di zolimi oleh hukum, ya. Tolong!,” ucapnya memelas. .
Menurutnya, pihaknya memiliki sertifikat asli atas kepemlikan lahan dan rumah yang menjadi objek eksekusi.
Dikatakan, proses hukum saat ini juga masih sedang berjalan di pengadilan. Namun, eksekusi yang dilakukan Pengadilan menggunakan proses lama atau perkara yang sama, sudah di proses lama.
“Dan beta (saya-red) yakin, itu pasti Pengacara dan Panitera. Proses tahapan, hingga sampai di eksekusi pun belum berjalan normal. Proses Anmaning juga belum dilakukan maksimal, tapi mereka paksakan untuk eksekusi oleh Pengadilan kelas IA Ambon,” kata Mailuhu.
Dia mengaku, sangat kecewa dengan Keputusan PN Ambon yang saat ini, hadir dan melakukan eksekusi terhadap rumah yang ditinggali brsama keluarga.
Ia menilai ada tindak yang tidak benar, dalam kerja Pengadilan menangani perkara tersebut. “Nah ini harus menjadi catatan bahwa komisi Yudisial harus turun tinjau Pengadilan Negeri ambon, karena terindikasi disana ada mafia hukum, suka bermain-main dengan perkara. Ada sogok-menyogok, dan saya bisa pastikan itu. Masa hanya surat palsu bisa memenangkan perkara ini, itu kan aneh,” ujar Mailuhu.
Surat palsu yang disebutkan, lanjut Mailuhu, adalah surat wasiat Tahun 1943 yang dipakai pihak pemohon eksekusi, dan memenangkan perkara gugatan tersebut. Padahal, surat wasiat tersebut adalah palsu.
Atas surat wasiat palsu itu, pihaknya sudah melepaokan ke Polda Metrojaya di Jakarta sejak 2022 lalu. Namun, hingga saat ini belum juga tuntas.
“Surat wasiat tahun 43 (1943) yang mereka gunakan, itu pakai mesin ketik, itu surat palsu!. Proses di Polda Metro Jaya sampai sekarang pun tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedur. Dalam laporan itu, saya laporkan atas nama Nonce Alona Patty, dia di panggil dua kali untuk diperiksa, tidak hadir. Alasannya dia punya bekingan seorang Jenderal yanng sampai sekarang masih aktif di Mabes Polri, yaitu, Komjen Marthinus Hukum. Dia bahwa nama itu,” kata Mailuhu lantang.
Sementara itu, pengacara pemohon eksekusi, Hans Pea mengaku, proses eksekusi yang dilakukan pihak PN Ambon telah berdasarkan ketetapan Pengadilan.
“Artinya proses perkara ini sudah berjalan mulai dari tingkat pertama pada PN Ambon, PT Ambon, MA hingga putusan PK, semuanya sudah berkekuatan hukum tetap,” jelas Hans. (MM)