AMBON,MM. – Aktivitas pertambangan tembaga di Pulau Wetar oleh PT Batutua Kharisma Permai (BKP) dan PT Batutua Tembaga Raya (BTR), di Kecamatan Wetar Utara, Kabupaten Maluku Barat, Provinsi Maluku, selama ini luput dari pengawasan. Saat ini selain adanya temuan dugaan pencemaran yang terjadi di sekitar perairan Pulau Wetar yang mengakibatkan ikan mati, proses pengiriman material juga ikut dicurigai.
Pasalnya, pengiriman material berkamuflase limbah sudah berlangsung puluhan kali ke Morowali, Sulawesi Tengah, hanya dalam kurun waktu hampir dua bulan.
Hal ini terungkap setelah Wakil Ketua Komisi II DPRD Maluku, Suanthie John Laipeny melakukan pengawasan langsung ke lokasi pertambangan pada 14 November 2024 lalu.
“Ada beberapa hal menarik yang beta dapat disana. Dua bulan terakhir, dari Oktober sampai kemarin, kapal tongkang lagi muat limbah yang dibawa ke Morowali. Dari laporan masyarakat, sudah 28 kali proses pemuatan itu,”ungkap Laipeny kepada media di kantor DPRD Maluku, Selasa (19/11/2024).
Politisi Gerindra ini mencurigai, pengiriman ke Morowali bukanlah limbah, melainkan material untuk diolah kembali.
“Itu pasti bukan limbah, tapi material yang dikirim ke Morowali untuk diolah lagi. Kalau sudah 28 kali keluar dari Maluku, kita di daerah dapat apa,”ucapnya.
Laipeny mengaku , komisi II telah bersepakat untuk melaksanakan rapat dengar pendapat, dengan mengundang Inspektur Tambang, sebagai pihak yang berwenang melakukan pengawasan atas pelaksanaan setiap kegiatan usaha pertambangan, khususnya di PT BTR.
Pencemaran Perairan Wetar
PT Batutua Kharisma Permai (BKP) telah beroperasi sejak tahun 2018 selaku pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi tembaga di Wetar.
Sedangkan PT Batutua Tembaga Raya (BTR) , sebagai pemegang izin usaha industri untuk mengolah hasil tambang menjadi katode tembaga, dibawah naungan group PT Merdeka Copper Gold Tbk.
Diduga pencemaran yang terjadi di Perairan Wetar, disebabkan terjadinya kebocoran pada pengelolaan limbah dari aktivitas pertambangan tembaga di Desa Lurang.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Maluku, Suanthie John Laipeny telah mengundang Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Maluku, untuk membahas pencemaran yang terjadi di perairan Wetar, Senin (11/11/2024) lalu.
Dihadapan Kadis Lingkungan Hidup dan Kadis ESDM, Suanthie John Laipeny memutarkan video pencemaran yang diduga timbul akibat aktifitas pertambangan oleh perusahaan.
Kedua pejabat ini terlihat kaget, saat melihat video yang memperlihatkan air laut yang berada di pesisir pantai dekat dengan perusahan tambang keruh, berwarna merah kekuningan. Bahkan ikan yang berada di perairan tersebut mati dan dikumpulkan oleh warga setempat.
Laipeny menjelaskan, dari informasi yang diterimanya, perubahan warna air di perairan Wetar disebabkan karena adanya kebocoran limbah yang berasal dari aktifitas perusahaan.
“Dari informasi, ternyata identifikasi ada kebocoran limbah dari batu tua, masuk dari hulu sungai dan masuk kelaut. Tingkat pencemaran tidak tahu sudah berapa persen, sehingga ikan pada mati semua,”ucapnya.
Politisi Partai Gerindra itu mengaku telah diperintahkan dari pimpinannya di pusat untuk turun langsung ke lokasi memastikan peristiwa tersebut.
Ia juga berharap adanya atensi dari Pemerintah Provinsi Maluku, dalam hal ini Dinas ESDM, dan Dinas Lingkungan Hidup untuk melakukan pengawasan langsung terhadap dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Maluku, Roy Syauta belum bisa memberikan penjelasan atas pencemaran yang terjadi.
Ia berjanji akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) KLHK regional Papua & Maluku, untuk melakukan pengawasan langsung ke lokasi yang diduga terjadi pencemaran akibat aktifitas pertambangan.
“Kita sangat terbatas dalam anggaran untuk melakukan pengawasan. Olehnya itu, kita akan melakukan pengawasan ke lokasi,”ungkapnya.
Penyebab kematian ikan kata Syauta juga harus melalui uji
laboratorium.
Ditempat yang sama, Kepala Dinas ESDM Maluku, Abdul Haris mengatakan akan mengkonfirmasi peristiwa ini ke PT Batu Tua.
Ia menyebutkan, pemerintah provinsi terbatas dalam kewenangan, karena diambil alih sepenuhnya oleh pemerintah pusat, termasuk Undang-Undang minerba termasuk logam, berdasarkan Peraturan Presiden nomor 55.
Ia memohon dukungan dari DPRD Maluku, dalam mempersure hal ini ke Pemerintah Pusat, sehingga dalam pemberian kewenangan bisa bermanfaat bagi masyarakat.
“Walaupun demikian, untuk pencemaran lingkungan nanti kita akan konfirmasi dengan perusahaan agar diberikan penjelasan berikutnya,”tutupnya.(MM)