AMBON,MM.- Belakangan ini masyarakat Indonesia yang peduli akan penegakkan hukum bertanya- tanya setelah membaca dan menonton berbagai berita tentang adanya mafia peradilan atau mafia hukum yang terjadi di Indonesia.
Mafia hukum ini tidak tanggung-tanggung, karena jual-beli perkara ini melibatkan hakim-hakim di Mahkamah Agung misalnya Sudrajad Dimyati, Gazalba Saleh, Hasbi Hasan yang Sekretaris Mahkamah Agung dan sejumlah hakim di Pengadilan Negeri Surabaya.
Tentu saja masyarakat pencari keadilan di Ambon dan Maluku pada umumnya yang berperkara di Pengadilan Negeri Ambon pun bertanya-tanya, apakah gugatannya atau nota pembelaannya di pengadilan tidak terdampak “mafia hukum” atau “mafia peradilan?”.
Memang mafia hukum atau mafia peradilan itu ibarat “angin”.
Angin itu memang terasa ada tapi tidak melihat bendanya. Yang bisa dilihat adalah dampaknya, misalnya ada pohon yang tumbang atau atap rumah yang beterbangan dan gelombang air laut yang tinggi di laut lepas. Dan biasanya mafia hukum atau mafia peradilan itu dilakukan dalam bentuk “operasi senyap”.
Pertanyaan dari pencari keadilan itu adalah wajar saja karena berbagai kasus yang di bawah ke pengadilan mereka menjadi was-was dan bertanya-tanya apakah majelis hakim yang memeriksa gugatan atau pembelaan mereka telah tercemar oleh mafia hukum atau bersikap adil dalam mengambil keputusan?
Pencari keadilan berharap para hakim yang memeriksa dan mengadili permohonan gugatan mereka tidaklah menjadi corong dari undang-undang dan hukum saja tapi juga menjadi corong dari keadilan. Dari berbagai kasus mafia hukum yang terjadi adalah kasus-kasus pidana. Sedangkan dalam kasus perdata jarang terdengar.
Ada dugaan, dengan kurangnya perhatian dan pengawasan oleh masyarakat serta pakar hukum lainnya di bidang keperdataan, memberikan peluang bagi para hakim yang menyidangkan gugatan atau pembelaan atas perkara perdata melakukan “opersasi senyap”.
Di Pengadilan Negeri Ambon selama ini belum terdengar adanya mafia hukum atau mafia peradilan. Mungkin saja mereka adalah corong dari undang-undang, hukum dan sekaligus corong dari keadilan. Namun dari berbagai putusan banding yang diturunkan majelis hakim banding pada Pengadilan Tinggi Ambon, yang menyatakan putusan atau penetapan majelis hakim Pengadilan tingkat pertama yakni Pengadilan Negeri Ambon itu “salah”.
Dengan putusan Pengadilan Tinggi Ambon ini bolehkah masyarakat pencari keadilan bisa mengatakan ada mafia hukum atau mafia peradilan di Pengadilan Negeri Ambon ?
Masyarakat pencari keadilan merasa ada “angin” tapi tidak melihat bentuknya.
Karena terasa ada “angin” dan “operasi senyap” maka salah satu hakim yang mengeluarkan keputusan atau penetapan dalam perkara nomor 83″ dilaporkan ke Bawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial di Jakarta.
Pelapor merasa ada angin namun tidak melihat bendanya. Hakim tersebut juga telah diperiksa oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Ambon, dan hasil pemeriksaannya telah dikirimkan ke Bawas Mahkamah Agung. Belum diketahui hasil pemeriksaan terhadap dirinya yang telah dikirim ke Bawas Mahkamah Agung tersebut karena pemeriksaannya secara tertutup.
Putusan Penetapan yang berbau janggal inipun dibatalkan oleh majelis banding pada Pengadilan Tinggi Ambon, karena tidak menyentuh dan mempertimbangkan PP No. 29 tahun 2019 dan perannya Dinas Sosial tentang Perwalian Anak.
Seperti diketahui mafia hukum atau mafia peradilan yang melanda negeri inj juga menjadi perhatian dan diperbincangkan dalam kasus Gregorius Ronal Tanur yang melibatkan tiga hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya, yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Hanindyo.
Mafia hukum atau mafia peradilan ini melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar yg menerima $250 ribu dalam dua tahap yakni $166 ribu dalam tahap pertama dan $84 ribu dalam tahap kedua. Selain itu sejumlah uang dan emas 51 kg ditemukan di rumahnya Zarof Ricar di Senayan, Jakarta.
Uang itu berjumlah sebanyak 915 milyar dan emas sebanyak 51 kilogram. Uang dan emas sebanyak itu didapat dari mana ? Siapa yang memberikan dan uang itu untuk apa ?.
Dalam kasus ini baiknya Zarof Ricar menjadi justice collaborator sehingga dia bisa bernyanyi , uang dan emas sebanyak itu didapat dari siapa saja, jangan-jangan didapat juga dari majelis hakim di Pengadilan Negeri Ambon, walaupun tidak ada kasus-kasus besar yang menjadi sorotan publik.
Di Pengadilan Negeri Ambon juga ada banyak hakim yang menjadi corong keadilan. Pengacara Ronald Tanur yakni Lisa Rachmat juga bisa menjelaskan perannya sebagai pelaku gratifikasi untuk menemui Zarof Ricar. Uang dan emas sebanyak itu diberikan oleh siapa saja ?. Mafia hukum atau mafia peradilan Ronald Tanur adalah satu praktek mafia hukum atau mafia peradilan yang besar di Indonesia. (Max Aponno, wartawan senior)