Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
AmboinaHeadline

Tanah Dati Intjepuan: Evans Reynold Alfons Tantang Pemerintah Negeri Amahusu Buktikan Kepemilikan Sah

599
×

Tanah Dati Intjepuan: Evans Reynold Alfons Tantang Pemerintah Negeri Amahusu Buktikan Kepemilikan Sah

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

AMBON, MM. – Polemik kepemilikan tanah Dati Intjepuan di Negeri Urimessing kembali menjadi sorotan setelah Evans Reynold Alfons, ahli waris Jozias Alfons, mempertanyakan keabsahan klaim Pemerintah Negeri Amahusu. Hingga saat ini, Pemerintah Negeri Amahusu tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan sah dalam bentuk Register Dati Negeri Amahusu yang ditandatangani oleh Sekretaris Residen Amboina, sebagaimana yang menjadi standar pencatatan tanah adat di wilayah Ambon dan Lease.

Demikian penjelasan Evans kepada wartawan, Rabu, (12/2/2025).

Example 300x600

 

Menurutnya, klaim sepihak bahwa tanah tersebut merupakan tanah petuanan tanpa dasar hukum yang jelas sangat berbahaya karena dapat menyesatkan masyarakat yang saat ini menghuni wilayah tersebut. Ia menegaskan jika di Ambon dan Lease, sistem kepemilikan tanah terdiri dari tiga kategori utama, yaitu tanah Dati, Eigendom Erefak, dan tanah pusaka, yang semuanya memiliki pencatatan resmi sebelum tahun 1923.

 

“Kita semua tahu bahwa tanah-tanah adat di Maluku, khususnya di Ambon dan Lease, memiliki sistem pencatatan yang jelas. Jika benar Pemerintah Negeri Amahusu mengklaim tanah ini, maka mereka harus bisa membuktikan kepemilikannya dengan dokumen yang diakui negara. Tidak cukup hanya sekadar menyebutnya sebagai tanah petuanan,” ujar Evans dengan tegas.

 

Lebih lanjut, Evans menyoroti kejanggalan dalam klaim kepemilikan Negeri Amahusu yang disebut-sebut baru diakui pada tahun 1957, saat Raja Negeri Amahusu dijabat oleh EA Siloij. Hal ini dinilai sangat aneh, mengingat Indonesia sudah merdeka pada tahun 1945, dan sejak itu sistem hukum agraria nasional mulai diberlakukan.

 

“Bagaimana mungkin Negeri Amahusu baru mencatat tanah ini pada tahun 1957, sementara kita semua tahu bahwa sistem kepemilikan adat seperti Dati, Eigendom Erefak, dan pusaka sudah ada sebelum tahun 1923? Jika memang mereka memiliki dokumen sah, mengapa tidak ada tanda tangan Sekretaris Residen Amboina seperti yang berlaku pada tanah-tanah adat lainnya?” tambahnya.

 

Ia menegaskan bahwa setelah Indonesia merdeka, sistem pencatatan tanah adat tetap merujuk pada bukti-bukti yang sudah ada sebelum kemerdekaan, bukan klaim baru yang dibuat di era modern. Hal ini diperkuat dengan berbagai dokumen sejarah yang menunjukkan bahwa Dati Intjepuan merupakan bagian dari 20 dusun Dati yang telah diakui sebagai milik ahli waris Jozias Alfons sejak tahun 1814, diperkuat dengan Register Dati 1923, serta putusan pengadilan dari tingkat negeri hingga Mahkamah Agung.

 

Evans Reynold Alfons memperingatkan agar tidak ada pihak yang menyebarkan opini menyesatkan mengenai status kepemilikan tanah ini. Ia juga menekankan bahwa semua klaim harus berdasarkan hukum dan bukti resmi, bukan sekadar pernyataan sepihak tanpa dasar hukum.

 

“Saya menantang Pemerintah Negeri Amahusu untuk menunjukkan bukti kepemilikan mereka yang sah. Jangan hanya membuat klaim yang tidak berdasar, karena ini bisa merugikan masyarakat yang tinggal di atas tanah tersebut,” katanya.

 

Selanjutnya Evans menegaskan pula bahwa ia dan keluarganya akan terus memperjuangkan hak kepemilikan tanah Dati Intjepuan yang telah diakui secara hukum, dan siap mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang mencoba memanipulasi sejarah atau merugikan hak ahli waris yang sah

 

Sebagai langkah konkret, Evans Reynold Alfons menyatakan:

 

Satu.  Meminta transparansi dari Pemerintah Negeri Amahusu terkait klaim kepemilikan tanah mereka.

Dua. Mengajukan somasi resmi jika ditemukan ada upaya manipulasi sejarah dan dokumen palsu.

Tiga. Melakukan langkah hukum melalui jalur pengadilan, jika ada pihak yang mencoba merebut hak atas tanah ini tanpa dasar hukum yang sah.

 

“Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan menempuh jalur hukum untuk melindungi hak kami dan memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil,” tegasnya.

 

Sengketa tanah ini menjadi perhatian masyarakat luas, terutama warga yang menghuni wilayah Dati Intjepuan. Banyak pihak berharap agar masalah ini dapat diselesaikan secara transparan dan berdasarkan bukti hukum yang kuat, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan akibat informasi yang menyesatkan.(MM-3)

 

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *