AMBON, MM. – Penjabat Kepala Pemerintah Negeri Hatu, Kecamatan Leihitu Barat, Sherly M. Marlissa, A.M.Pd, saat ditemui di kediamannya pada Senin (9/6/25), menyampaikan klarifikasinya terhadap pemberitaan salah satu media online pada Sabtu (7/6/2025) lalu. Dalam berita tersebut, Badan Saniri Negeri Hatu dan Kepala Mata Rumah Parentah disebut meminta pembatalan Surat Keputusan (SK) Bupati Maluku Tengah yang mengangkat dirinya sebagai Penjabat Kepala Pemerintah Negeri Hatu, dengan alasan dianggap cacat hukum.
Menanggapi hal tersebut, Sherly menyatakan bahwa pelantikannya telah dilakukan secara sah berdasarkan SK resmi dari Bupati Maluku Tengah.
“Kalau dikatakan cacat hukum, yang seperti apa? Beta ini dilantik sah oleh Bupati Maluku Tengah, bukan oleh ketua atau pihak lain. Pelantikan juga diwakili langsung oleh Sekretaris Daerah Maluku Tengah,” tegasnya.
Sherly juga menyayangkan adanya pemberitaan yang menurutnya merugikan nama baiknya sebagai kepala pemerintahan negeri.
“Beta sangat menyesal, karena jika ingin melakukan sesuatu, seharusnya ada koordinasi. Berita seperti ini merugikan nama baik beta dan tidak mencerminkan kebenaran proses pengangkatan jabatan yang sudah sah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sherly menyampaikan bahwa dalam 100 hari pertama masa jabatannya, ia berkomitmen membawa perubahan positif di Negeri Hatu.
“Setelah mendengar aspirasi masyarakat, mereka menyatakan bahwa pengangkatan beta sebagai pejabat sangat didukung demi perubahan di negeri ini. Jadi beta hadir bukan untuk kepentingan pribadi, tapi untuk transparansi pemerintahan dan kemajuan masyarakat,” jelasnya.
Terkait penolakan dari pihak Mata Rumah Parentah, Sherly menjelaskan bahwa pengangkatannya tidak berasal dari pemilihan masyarakat, melainkan merupakan penugasan langsung dari Bupati Maluku Tengah. Ia juga menyoroti bahwa tidak ada berita acara resmi ataupun dokumentasi sosialisasi yang menyatakan adanya penolakan secara formal.
“Kalau mau dikatakan bahwa ada penolakan, mana buktinya? Tidak ada berita acara, tidak ada dokumentasi. Padahal seharusnya ada keterlibatan tokoh agama, kepala soa, tua-tua adat dan masyarakat dalam proses itu,” ungkapnya.
Sherly juga menambahkan bahwa selama 15 tahun terakhir, Saniri Negeri Hatu tidak pernah menyampaikan secara resmi hal-hal mendasar terkait pemerintahan desa. Oleh karena itu, ia menilai penolakan ini muncul di luar prosedur yang seharusnya dijalankan secara adat maupun administratif.
Di akhir pernyataannya, Sherly menegaskan bahwa, fokusnya ke depan adalah mewujudkan pemerintahan yang transparan, mendorong penguatan ekonomi desa, serta mempersiapkan tahapan menuju penetapan Raja definitif di Negeri Hatu. (MM10)

















