AMBON,MM. – Sidang perkara perdata Nomor 279/Pdt.G/2024/PN.Ambon terkait status mata rumah parentah di Negeri Adat Passo kembali digelar di Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (3/6/2025) Minggu kemarin.
Agenda sidang kala itu adalah mendengarkan keterangan saksi ahli dari pihak penggugat.
Pihak penggugat dalam sidang yang digelar saat itu menghadirkan Prof. Dr. Salmon Nirahua, SH., M.Hum., Guru Besar Ilmu Hukum sekaligus Ketua Senat Universitas Pattimura.
Fakta persidangan pada sidang tersebut ketika penggugat asal mempertanyakan kedudukan seorang anak yang orang tuanya tidak menikah secara agama maupun catatan sipil, apakah anak tersebut berhak sebagai anak mata rumah dan dapat dikatakan sebagai garis keturunan dan ahli waris yang sah?
Ahli berpendapat untuk kepentingan mewarisi maka harus dalam pernikahan yang sah baik nikah agama maupun catatan sipil, jika itu orang tuanya tidak ada nikah catatan sipil maka anak itu tidak berhak sebagai anak mata rumah karena bukan ahli waris yang sah dan keturunan yang sah sehingga bukan merupakan anak mata rumah dan tidak berhak ikut dalam musyawarah mata rumah.
Nirahua ketika Dimintai penjelasan dari kuasa penggugat intervensi terkait dengan adanya pengangkatan sebagai kepala mata rumah hanya dalam lingkup keluarga, padahal sudah ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht) yang menyatakan bahwa orang tersebut bukan kepala mata rumah karena tidak ada Surat Keputusan (SK) dari kepala pemerintah,
Menurut Nirahua Jika keputusan pengadilan itu bersifat deklaratoir, maka tidak bisa dieksekusi, kecuali ada amar putusan yang bersifat condemnatoir, seperti perintah untuk membatalkan atau mencabut jabatan kepala mata rumah tersebut.
Keputusan yang hanya menyatakan (deklarator) tidak cukup kuat untuk mengubah keadaan hukum tanpa ada pelaksanaan melalui instrumen lain.
Alfaris juga mempertanyakan anak luar nikah ikut menandatangani surat yang menentukan kepala mata rumah? Apakah itu merupakan pengakuan bahwa ia adalah keturunan dari mata rumah tersebut?
Saksi menjelaskan seorang anak, apalagi anak di luar nikah, harus dilakukan secara eksplisit.
Dalam hukum adat, pengakuan itu dilakukan saat anak masih kecil, di hadapan keluarga besar, dengan pernyataan terbuka dari orang tua.
Jika pengakuan tidak pernah dilakukan pada saat yang tepat (misalnya, hanya dengan tanda tangan pada dokumen tanpa penjelasan atau konteks), maka itu bukan bentuk pengakuan yang sah menurut hukum adat.
Pengakuan juga harus dapat dibuktikan secara hukum, idealnya melalui akta otentik. Jika tidak ada akta maka anak tersebut tidak dianggap sebagai bagian sah dari mata rumah menurut hukum adat.
Terkait.
Hak Anak Luar Nikah atas Jabatan Raja dan Warisan Adat, menurut saksi Secara prinsip, jika anak di luar nikah sudah diakui secara sah, baik menurut hukum negara (dalam akta) maupun hukum adat, maka ia memiliki hak atas warisan adat, termasuk hak terhadap posisi sebagai raja atau kepala mata rumah.
Namun, jika tidak ada pengakuan yang sah, baik secara adat ataupun melalui akta, maka hak tersebut gugur.
Sedangkan Ada akta yang menyebut putusan Pengadilan Negeri Ambon tahun 1947, padahal, ada UU Darurat No. 18 Tahun 1950 yang mengatur penghapusan dan pembentukan pengadilan baru.
Apakah benar secara historis PN Ambon sudah ada di tahun 1947?
Menurut Nirahua, merujuk pada Aturan Peralihan dalam Konstitusi, lembaga dan ketentuan hukum yang sudah ada sebelum kemerdekaan tetap berlaku selama belum diubah oleh undang-undang baru.
Jadi, secara prinsip, lembaga peradilan seperti “pengadilan negeri” bisa saja sudah ada, meskipun belum secara resmi dinamai “Pengadilan Negeri Ambon” seperti setelah UU Darurat 18/1950 diberlakukan
Ia menambahkan Pasca kemerdekaan tahun 1945 lembaga pengadilan yang dalam bahasa belanda terubah menjadi Pengadilan Negeri,
Namun keabsahan putusan itu tergantung pada apakah lembaga yang mengeluarkannya memiliki kewenangan pada saat itu.
Jika anak dari istri kedua (anak luar nikah) mengajukan gugatan atas nama mata rumah parentah, dengan kuasa dari ahli waris, padahal anak dari istri pertama (yang sah) tidak memberikan kuasa apakah surat kuasa itu sah?
Saksi menjelaskan jika Yang mewakili haruslah kepala mata rumah kecuali sudah ada musyawarah keluarga besar yang menyepakati tindakan untuk mewakili mata rumah.(MM-3)