Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
AmboinaEkonomiHeadline

Tidak Transparan Warga Negeri Hative Besar Demo Pemerintah Negeri Serta Penutupan Akses Jalan Ke Tambang Pasir Hative Negeri Hative Besar

370
×

Tidak Transparan Warga Negeri Hative Besar Demo Pemerintah Negeri Serta Penutupan Akses Jalan Ke Tambang Pasir Hative Negeri Hative Besar

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

AMBON, MM. – Demo ini terjadi pada hari Kamis siang (12/6/2025) dimulai dari kantor Negeri Hative Besar dan kemudian dilanjutkan ke lokasi tambang pasir Negeri Hative Besar.

Latar Belakang aksi demo dan penutupan akses jalan ke tambang milik Negeri Hative Besar yang dikelola Wilson, ternyata merupakan kelanjutan dari rangkaian ketegangan sosial yang telah lama membara di Negeri Hative Besar.

 

Demonstrasi masyarakat di Kantor Pemerintah Negeri, warga menyampaikan kekecewaan terhadap kinerja Saniri Negeri dan Pemerintah Negeri Hative Besar, yang dinilai tidak transparan dan tidak adil dalam mengelola urusan negeri, khususnya berkaitan dengan kontribusi dari usaha tambang pasir.

 

Masyarakat demo yang didukung oleh soa-soa yang ada di Negeri Hative Besar ini mempertanyakan aliran dana kontribusi dari pengusaha tambang, 40 Juta per bulan, yang dinilai tidak merata dan tak transparan.

Menyatakan bahwa keputusan-keputusan penting diambil sepihak oleh kelompok tertentu dalam pemerintah negeri yang tidak melibatkan partisipasi seluruh marga yang ada di Negeri Hative.

 

Namun, tidak ada tindak lanjut nyata dari Saniri Negeri dan Pemerintah Negeri setelah aksi tersebut walaupun telah terjadi pertemuan antara Pemerintahan Negeri dan utusan pendemo. Akhirnya keluar dari pertemuan tanpa ada penyelesaian.Warga merasa aspirasi mereka diabaikan.

 

Karena tidak puas, warga melanjutkan tekanan melalui tindakan langsung: menutup jalan akses menuju tambang pasir milik negeri yang dikelola Pengusaha lokal bernama Wilson. Aksi ini dilakukan sebagai simbol:

“Kalau suara kami tidak didengar di kantor negeri, maka suara kami akan terdengar di jalan masuk tambang, hari ini tambang pasir Katong tutup”

Ini adalah bentuk pemberontakan sosial terhadap sistem adat yang dianggap tak mewakili rakyatnya.

Wilson, pengusaha tambang yang disebut dalam aksi, ketika diwawancarai mengaku berada dalam posisi sulit.

Ia mengaku, telah membayar Rp 400 juta per tahun ke Negeri Hative Besar
Juga membayar Rp 100 juta per tahun ke Pemkot Ambon.

Bahkan tidak lupa memberikan bantuan sosial dan infrastruktur untuk warga sejak awal perusahannya beroperasi.

Namun, kini usahanya terhenti karena ada konflik internal masyarakat di Negeri Hative Besar.

“Beta bayar resmi, beta bantu negeri. Tapi beta seng bisa ikut campur soal masalah ini, itu urusan dalam. Tapi kalo seperti ini, yang dirugikan Beta, dan juga pekerja-pekerja disini yang juga anak negeri. Dorang juga butuh makan”. kata Wilson.

 

 

Hasil penusuran dari tim media yang tergabung dalam KLauKDara NewsGroup menemukan beberapa hal:

PERTAMA

Ini adalah Konflik Sosial-Internal Antara warga dan elit adat (Saniri Negeri)/Pemerintah Negeri.

KEDUA

Konflik Akses Ekonomi Soal siapa yang berhak menikmati hasil usaha, dan siapa yang merasa dikesampingkan.

KETIGA

Tidak mampuan Lembaga Formal Menyerap Aspirasi, Saniri Negeri tidak responsif terhadap aspirasi warga yang sah, menyebabkan legitimasi lembaga adat mulai diragukan.

KESIMPULAN DARI PERISTIWA INI

Aksi penutupan tambang bukan serangan terhadap pengusaha, tapi protes terhadap pemerintah adat yang kehilangan kepercayaan warga. Selama struktur “mata rumah parentah” tidak dirapikan, dan tatanan adat serta keterbukaan keuangan Negeri yang tidak transparan, dan selama warga tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, konflik serupa akan terus terjadi, meski tambang dibuka atau ditutup berkali-kali.

Oleh sebab itu perlu Audit terbuka dan pelibatan masyarakat dalam laporan keuangan kontribusi tambang.

Harus Ada musyawarah adat inklusif untuk menata ulang posisi “mata rumah parentah” secara sah dan adil.

Dialog bersama pengusaha, Saniri, dan masyarakat, difasilitasi oleh lembaga independen (tokoh agama, akademisi, atau LSM).

Dan Pemerintah Kota Ambon harus ikut serta, mengingat kontribusi PAD juga masuk ke kas kota.(MM-10)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *