AMBON,MM. – Niat ingin berinvestasi emas justru berujung dugaan penipuan dengan kerugian mencapai miliaran rupiah.
Bismaryadi, seorang pengusaha asal Makassar, yang terjebak dalam transaksi emas kadar tinggi yang ternyata tak sesuai janji.
Dari keterangan Bsmaryadi, Pada 27 Maret 2025, Bismaryadi menerima telepon dari rekannya, Endang di Surabaya memberi kabar menggiurkan: ada 5 kilogram emas milik Hj. Hartini, salah seorang isteri dari anggota Brimob Polda Maluku yang diduga bertugas di luar Ambon yang akan ditebus dari pegadaian.
Kadar emasnya disebut 87%, kualitas yang jarang ditemukan di pasar bebas. Harga yang ditawarkan pun dianggap bersaing, Rp 1.420.000 per gram.
“Saya langsung tertarik. Ini peluang bagus untuk investasi,” ujar Bismaryadi dalam keterangannya.
Untuk memastikan transaksi berjalan lancar, Bismaryadi mengajak rekannya Rezky Sulaiman untuk ikut serta sebagai mitra pembeli.
Pada 1 Juni 2025, Bismaryadi terbang ke Ambon. Setelah bertemu langsung dengan Hj. Hartini, ia memutuskan menebus 3 kilogram emas.
Ia lalu menginstruksikan Rezky Sulaiman untuk mentransfer dana sebesar Rp 5 miliar ke rekening Hj. Hartini.
Transfer dilakukan dalam tiga tahap, semuanya pada 3 Juni 2025, sebesar Rp 1,9 miliar, Rp 1,1 miliar, Rp 2 miliar
Tak lama setelah dana diterima, Hj. Hartini menarik uang tunai sebesar Rp 2 miliar dan mengajak Bismaryadi ke pegadaian untuk menebus emas tersebut.
Setelah emas ditebus, dilakukan uji kadar di rumah Hj. Hartini disaksikan saksi bernama Kadir. Dari empat batang emas seberat total 1.092,2 gram, kadar yang terukur sangat mengejutkan masing masing berkadar 73,82%, 73,00%, 77,25% dan 72,68%.
Rata-rata jauh di bawah janji awal 87%. Bismaryadi merasa tertipu, namun demi menghindari konflik, ia tetap menyetujui pembelian dengan harga baru: Rp 1.173.808/gram, total Rp 1.282.033.500, Artinya, sisa dana sebesar Rp 3.717.966.500 wajib dikembalikan oleh Hj. Hartini.
“Kami sepakat, uang sisa akan ditransfer besok. Tapi kenyataannya, nihil,” ungkap Bismaryadi kecewa.
Ia menjelaskan, pada tanggal 4 Juni 2025 berlalu tanpa ada transfer dari Hj. Hartini dan pada 5 Juni, korban kembali mendesak. Bersama-sama mereka pergi ke bank, namun pengembalian dana kembali ditunda. Hj. Hartini beralasan limit transfer dan saldo tidak cukup.
Di malam hari, Bismaryadi kembali mendatangi rumah terlapor. Hj. Hartini hanya mentransfer Rp 150 juta dan menunjukkan saldo bank yang disebut terbatas, tapi tak lama kemudian, ia memperlihatkan saldo rekening BCA-nya sebesar Rp 3,5 miliar.
“Uangnya ada, tapi alasan terus. Limit lah, sistem offline lah. Saya mulai curiga,” kata Bismaryadi.
Akhirnya, keduanya menuju Ditreskrimum Polda Maluku untuk mediasi, namun upaya damai buntu.
Terlapor bersikeras emas seharusnya tetap dihitung berdasarkan kadar 87%, bukan kadar aktual tetapi Korban menolak.
Usai mediasi, Hj. Hartini mentransfer tambahan Rp 50 juta dan Rp 150 juta, serta menarik tunai Rp 15 juta.
Total pengembalian hanya Rp 215 juta, masih jauh dari sisa uang yang harus dikembalikan.
Pada 6 Juni 2025, Bismaryadi kembali mendatangi rumah Hj. Hartini untuk meminta kejelasan. Bukannya mendapat jawaban, ia justru diusir oleh terlapor.
Tak lagi melihat iktikad baik, Bismaryadi resmi melaporkan kasus ini ke Ditreskrimum Polda Maluku. Ia berharap hukum bisa memberikan keadilan dan kepastian atas dana yang hilang.
“Saya hanya ingin hak saya kembali. Ini bukan jumlah kecil,” tutupnya. (MM-3)