Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
DaerahHeadline

Musyarawah Adat Latupati Kecamatan Tehoru  Dorong  Sahkan Perda Adat, Kecam Pengrusakan Sasi di Haya

8
×

Musyarawah Adat Latupati Kecamatan Tehoru  Dorong  Sahkan Perda Adat, Kecam Pengrusakan Sasi di Haya

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

AMBON,MM. – Wilayah adat, bukanlah sekedar tanah, namun adalah bagian integral dari identitas serta budaya sakral yang diwariskan para leluhur turun temurun,  disertai pesan  agar tetap  dijaga secara utuh untuk generasi mendatang.

 

Example 300x600

Bagi masyarakat adat  di Kecamatan Tehoru, kabupaten Maluku Tengah (Malteng) Maluku  yang mendiami   Pulau Seram, alam  wajib dijaga dan dirawat, karena  merupakan  ibu yang memberikan kehidupan untuk  semua anak-anak yang hidup diatasnya. Karena itu, pesan  sakral leluhur  untuk menjaga alam  sebagai sumber kehidupan untuk diwariskan kepada generasi mendatang, wajib diteruskan. Karena menjaga tanah ulayat, sama dengan menjaga keberlangsungan hidup  kedepan.

 

Mirisnya,  ditengah serbuan investasi dan kebijakan pemerintah yang mengancam keberadaan  dan eksistensi masyarakat adat, pesan dari datuk-datuk dan leluhur  menjadi tanggung jawab berat yang harus dipikul.   Hal inilah yang menyebabkan  para Latupati Kecamatan Tehoru,    menggelar   musyawarah adat  yang telah  berlangsung di Balai Negeri Hatumete,  Sabtu (22/2).

 

Musyawarah adat merupakan tradisi yang dilakukan  secara turun temurun sejak dulu  oleh masyarakat adat, untuk mencapai suatu  kesepakatan atau mufakat.

 

Musyawarah Adat Latupati yang berlangsung sejak pukul 15.00 WIT hingga pukul 19.27 WIT,  melibatkan berbagai elemen masyarakat adat  yang berasal dari 10 Negeri di Kecamatan Tehoru, yaitu Negeri  Haya, Tehoru, Salamahu, Saunulu, Yaputih, Piliana, Hatu, Hatumete, Telutih Baru dan Moso.  Mereka  sepakat untuk mendorong Pengesahan Peraturan Daerah Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.

 

Para raja, tetua adat, pemuda adat, perempuan adat dan masyarakat adat yang merupakan perwakilan dari masing-masing negeri hadir,  untuk merawat komitmen bersama melindungi harkat dan martabat masyarakat adat.

 

Raja Moso, Humaidi Tehuayo mengungkapkan bahwa,  pengesahan peraturan daerah yang melindungi hak-hak adat di Maluku Tengah adalah payung hukum.

 

“Katong (Red-kita)  bersepakat untuk mempertahankan katong punya hak-hak adat dan ulayat, katong berjuang untuk anak cucu dan generasi yang akan datang,” ungkapnya.

 

Hal senada disampaikan Raja Hatumete (Ketua Latupati Kecamatan Tehoru) dan Raja-Raja lainnya di Kecamatan Tehoru, yang dengan tegas mendesak Pemerintah Daerah Maluku Tengah segera sahkan perda adat.

 

 

Tolak Pemasangan Pal HPK dan Kecam Pengrusakan Sasi Adat

 

Masyarakat adat 10 Negeri ini juga membahas kelanjutan penolakan alih fungsi kawasan hutan menjadi Hutan Produksi Konversi (HPK).  Selain itu,  juga dibicarakan berbagai ancaman perampasan ruang hidup yang terjadi didepan mata mereka, seperti pelanggaran sasi di  Negeri Haya yang terjadi  baru-baru ini.  Upaya pelemahan terhadap hukum adat ini diniai  justru menguntungkan pihak korporasi.

 

Ketua Latupati, Bernard Lilihata menyatakan,   “Latupati Kecamatan Tehoru mengecam upaya pelemahan terhadap hukum adat, dengan cara-cara tidak terhormat untuk merusak sasi adat.

 

“Harusnya pihak keamanan tidak hanya menangkap pelaku perusak fasilitas PT. Waragonda, namun sebaliknya mengusut tuntas permasalahan penghancuran sasi adat,”tegasnya.

 

Pengrusakan sasi adat telah menimbulkan kemarahan masyarakat adat yang berdampak pada dibakarnya kantor PT Waragonda  Minerals Pratama, Sabtu, Minggu Lalu.

 

Musyawarah adat ini mendapat dukungan penuh masyarakat adat dari 10 Negeri di Kecamatan Tehoru, untuk perjuangan tolak HPK, serta keadilan bagi identitas adat khususnya di Haya dan umumnya di Kecamatan Tehoru dan Maluku Tengah.

 

Hal paling penting dalam musyawarah ini adalah suara bulat Masyarakat Adat untuk memastikan komitmen Pemerintah Daerah dan DPRD dalam rangka mengesahkan pengakuan dan perlindungan bagi mereka.

Musyawarah berakhir dengan doa adat penutup dari Manlao A. Timanoyo, Tua Adat asal Negeri Hatu.(MM)

 

 

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *