AMBON,MM.- Mengungkap dugaan korupsi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2020-2023, Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon memeriksa Kepala Sekolah SMP Negeri 9 Ambon. Kepsek diperiksa sebagai saksi oleh jaksa setelah sebelumnya memeriksa sebanyak 40 saksi.
“Dalam kasus dugaan Korupsi anggaran BOS SMP Negeri 9, penyidik telah memeriksa sekitar 40 saksi, termasuk Kepsek yang telah diperiksa pekan kemarin,”ungkap Kasi Intel kejari Ambon, Ali Toatubun, kemarin.
Dijelaskan, Kepsek telah diperiksa Jumat pekan kemarin, mengingat yang bersangkutan sangat mengetahui penggunaan dana tersebut.
Penyidik kata Toatubun akan kembali melakukan panggilan, apabila masih membutuhkan keterangan tambahan.
Meskipun telah mengantongi kerugian negara sementara, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan BPKP Provinsi Maluku, untuk melakukan audit kerugian negara yang timbul dalam kasus tersebut.
“Kerugian sementara sudah ada, kita telah berkoordinasi dengan pihak BPKP untuk mengaudit kerugian Negara dari lembaga audit,”ungkapnya.
Untuk diketahui, SMP Negeri 9 Ambon menerima Dana BOS dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tahun 2020 sebesar Rp. 1.498.638.309, Tahun 2021 Rp. 1.563.375.000, Tahun 2022 sebesar Rp. Rp. 1.474.514.185 dan Tahun 2023 sebesar Rp. 1.524.991.915.
Anggaran ini ditransfer pada bank BPDM Cabang Ambon dengan Nomor rekening 0103138667 60101990 SMP Negeri 9 Ambon secara bertahap.
Bendahara dan Kepala Sekolah kemudian mengeluarkan anggaran tersebut dari rekening sekolah untuk dimasukkan kedalam brankas sekolah. Kunci dipegang oleh kepsek dan bendahara mengetahui kode brankas.
Ternyata dari hasil pemeriksaan belasan saksi dan memeriksa sejumlah dokumen, ditemukan adanya indikasi kuat penyimpangan. Diantaranya tidak pernah digelar rapat penyusunan Rencana Anggaran Kerja Sekolah (RKAS). Kepsek ternyata membuat RKAS hanya bersama bendahara dan dibantu satu operator sekolah, tanpa melibatkan komite sekolah dan dewan guru.
Menariknya, RKAS yang dibuat tidak sesuai dengan laporan realisasi, dan penggunaan anggaran tidak disertai dengan bukti pembelanjaan dan juga tidak sesuai dalam laporan pertanggunngjawaban.
Penyidik juga menemukan laporan pertanggungjawaban fiktif sebesar Rp 100 juta dan selisih sebesar Rp 937.620.527, yang merupakan temuan kerugian sementara yaitu sebesar Rp. 1.038.521.607. Kasus ini kemudian ditingkatkan ke penyidikan.(MM)