Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
DaerahHeadline

Tokoh Pemuda Mataholat Dianiaya Danramil Elat Dilokasi Tambang PT Batulicin, DPRD : Negara Hukum,  Semua Setara di Mata Hukum

14
×

Tokoh Pemuda Mataholat Dianiaya Danramil Elat Dilokasi Tambang PT Batulicin, DPRD : Negara Hukum,  Semua Setara di Mata Hukum

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

AMBON,MM. – Peristiwa penganiayaan   yang melibatkan aparat TNI kembali terjadi di Maluku Tenggara, Maluku. Salah satu tokoh pemuda Ohoi Mataholat, Kecamatan Kei Besar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara, Jheper Ingratubun, dilaporkan mengalami kekerasan fisik oleh Danramil Elat, Lettu Infanteri Nirwan Boiratan, pada Sabtu malam (5/7/2025).

Penganiayaan terjadi dilokasi perusahan PT Batulicin Beton Asphalt, yang melakukan penambangan batu kapur dikawasan tersebut.

 

Dalam video klarifikasinya, Jheper Ingratubun menceritakan  dirinya dan Sekretaris Ohoi telah didatangi dua anggota TNI untuk diajak menemui Danramil di lokasi perusahaan PT Batulicin .

 

Jheper tidak dijelaskan secara rinci apa yang dibahas dalam pertemuan tersebut, dan hanya  mengatakan Danramil yang tengah duduk,  langsung melayangkan pukulan ke arah  mulutnya hingga berdarah.

 

insiden tersebut, dikecam Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku, Fauzan Rahawarin. Ia menegaskan,   peristiwa pemukulan yang terjadi terhadap warga sipil di wilayah sekitar perusahaan PT Batulicin  tidak boleh terulang lagi.

 

“Beta dapat informasi dari Dandim Kota Tual, bahwa peristiwa ini sudah diselesaikan secara internal antara Kodim Kota Tual dan korban. Harapan Beta ke depan, kejadian seperti ini jangan sampai terjadi lagi, karena ini negara hukum. Siapa pun pelakunya, baik dari golongan mana saja, institusi atau lembaga apa pun, kalau melakukan tindak pidana tetap salah di mata hukum,”tegas Fauzan ketika dikonfirmasi di rumah rakyat, Karang Panjang, Ambon, Senin (07/07/2025).

 

Ia juga mengingatkan agar semua pihak tidak memperkeruh suasana di sekitar PT Batulicin, yang selama ini menjadi sorotan publik. Ia meminta semua pihak menjaga kondusifitas wilayah agar pembangunan yang sedang dirintis oleh perusahaan dan pemerintah berjalan baik, tanpa dipenuhi provokasi yang dapat memicu keresahan masyarakat.

 

“Kalau memang peristiwa ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan dan kedua belah pihak sepakat, itu baik. Tapi jika keluarga korban merasa belum selesai dan ingin menempuh jalur hukum, itu hak mereka. Semua warga negara dilindungi oleh undang-undang,” jelasnya.

 

Menurut Fauzan, penyelesaian secara kekeluargaan memang bijaksana, namun tidak bisa menutup hak korban untuk mencari keadilan melalui jalur hukum, apabila mediasi yang dilakukan tidak disepakati.

 

“Kalau salah satu pihak belum sepakat dan ingin menempuh langkah hukum, itu hak korban dan wajib dihormati. Beta harap ke depan kejadian seperti ini tidak terulang, demi menjaga stabilitas dan kedamaian di Maluku Tenggara,” pungkasnya.

 

Diketahui, PT Batulicin Beton Asphalt (BBA), yang  adalah anak perusahaan dari Jhonlin Group.  Pemiliknya adalah Andi Syamsuddin Arsyad, yang dikenal juga sebagai Haji Isam. PT BBA didirikan untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur dan sarana penunjang unit-unit usaha yang bernaung di bawah Jhonlin Group.

 

Kehadiran perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan pengolahan batu kapur/gamping dengan luas wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) seluas 90,82 ha,  di desa Nerong, Kecamatan Kei Besar Selatan dan Desa Mataholat, Kecamatan Kei Besar, mulai meresahkan warga di daerah itu.

 

Pasalnya,  perusahan yang telah beroperasi sejak September 2024 itu, belum mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP), dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Padahal AMDAL pertambangan sangat penting,  sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.  Dalam Pasal 4 dikatakan, “Setiap rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak terhadap Lingkungan Hidup wajib memiliki Amdal, UKL-UPL, atau SPPL.

 

Aktivitas PT BBA menjadi sorotan publik, saat terjadi banjir bandang yang menerjang sejumlah desa, yang memunculkan gerakan kampanye di seluruh platform digital menyertakan tagar “Savekeibesar”.  Sejumlah aksi demo yang juga dilakukan  menuntut agar PT BBA segera menghentikan aktivitas tambang. Salah satu aksi demonstrasi dilakukan oleh  Himpunan Mahasiswa Evav di kantor DPRD Maluku, pertengahan Juni 2025.

 

Mahasiswa menegaskan, penambangan galian C diwilayah tersebut  tidak tepat, karena tergolong pulau kecil, dan tidak memiliki izin usaha pertambangan ataupun izin analisa dampak lingkungan.

Pertambangan yang dilakukan PT Batulicin juga potensi melanggar dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta berpotensi merusak lingkungan dan mengancam kemaslahatan masyarakat adat Kei serta tatanan Adat budaya Kei.

 

Aktifitas pertambangan yang   PT BBA yang telah  berjalan selama 9 bulan,  diduga juga melibatkan sejumlah anggota TNI.

Keterlibatan militer ini terlihat dari adanya intimidasi, sehingga masyarakat tidak berani berbicara, yang berdampak pada ketegangan diantara masyarakat akibat pro dan kontra atas kehadiran perusahaan.

 

Untuk itu, dalam aksinya masa mendesak DPRD Maluku agar segera memanggil Pangdam XV Pattimura terkait keterlibatan personil militer dalam operasi tambang PT BBA di pulau Kei Besar.

 

Terdapat juga 6 tuntutan lainnya yang disampaikan masa aksi, yaitu :  Mendesak pemerintah provinsi Maluku dan DPRD Maluku untuk segera mengevaluasi seluruh izin pertambangan di Maluku;  Mendesak Pemda Maluku agar segera menghentikan dan mencabut izin pertambangan PT Batulicin di Kepulauan Kei; Mendesak DPRD Maluku untuk menyampaikan sikap penolakan dan memanggil pihak PT BBC karena telah melakukan aktifitas pertambangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undagan yang berlaku ;

Mendesak Pemprov Maluku dan DPRD Maluku agar mengakomodir kepentingan masyarakat adat dan  menghentikan operasi tambang PT BBA di pulau Kei Besar ;  Mendesak PT BBA agar bertanggung jawab akan kerusakan lingkungan atas aktifitas pertambangan, dan Mendesak Gubernur dan Bupati Malra untuk memberikan transparansi informasi terkait operasi PT BBA yang telah menyalahi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Malra.

 

 

Dewan Sepakat Tolak PT BBA

Berdasarkan hasil pertemuan dengan masa aksi yang berlangsung di ruang paripurna, DPRD Maluku sepakat menolak hadirnya PT BBA.

 

Penolakan tersebut disampaikan beberapa perwakilan fraksi yang hadir dalam pertemuan dipimpin Ketua DPRD Maluku, Benhur Watubun. Yaitu, fraksi PDIP, NasDem, PKB, fraksi gabungan Hanura dan PPP, Golkar.

 

Ketua DPRD mengaku, sesuai peraturan perundang-undangan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 22 tahun 2021, secara gamblang, semua kegiatan yang berdampak penting dan tidak penting dalam pertambangan wajib memiliki AMDAL.

 

Atas dasar itu, dengan berbagai pertimbangan yang terjadi di masyarakat serta dampak yang dihasilkan dari pertambangan, dewan menolak hadirnya PT BBA.

 

“Jadi kalau PT BBA tidak taat dan melanggar UU silahkan angkat kaki. Kami tegas menolak operasi PT BBA, begitu juga fraksi PDIP,” tegas Benhur

 

Menurutnya, sikap penolakan ini tentunya akan ditindak lanjuti dengan sikap resmi yang nantinya akan disampaikan setelah agenda rapat bersama Pemda Maluku, Pemkab Maluku Tenggara, PT BBA, termasuk Pangdam soal keterlibatan militer.  (MM-9)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *