AMBON,MM. – Pengusaha Fery Tanaya, Pemilik PT HTI-WWI, kini harus kembali berurusan dengan hukum. Masyarakat Adat Desa Waehata, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, Maluku, melalui perwakilan ahli waris Marga Nurlatu Kakunusa, secara resmi telah melaporkan dugaan penyerobotan lahan adat dan penebangan ilegal pohon Damar (Agathis) dan Meranti, oleh PT HTI-WWI ke Polds Maluku.
Aktivitas ini diduga kuat melanggar hak-hak masyarakat adat dan berbagai regulasi lingkungan hidup yang berlaku di Indonesia.
Diantaranya:, Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945: Pengakuan hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam; UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan: Pengakuan hak masyarakat adat atas pengelolaan hutan; UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Larangan perusakan lingkungan; Peraturan Menteri LHK No. 21 Tahun 2019: Tata cara penetapan hutan adat; Putusan MK No. 35/PUU-X/2012: Hutan adat bukan bagian dari hutan negara; dan pasal 385 KUHP: Larangan penyerobotan lahan tanpa izin yang berhak.
Yako Nurlatu Pemuda Adat Desa Waehata dan Kerek Nurlatu menyebutkan, sejak November hingga Desember 2024, PT HTI-WWI diduga telah melakukan penyerobotan lahan adat di Desa Waehata.
Aktivitas tersebut mencakup penebangan pohon Damar dan Meranti tanpa izin, serta pengabaian hak ulayat masyarakat adat.
Tindakan ini telah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang signifikan. Selain itu, hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat adat yang bergantung pada hasil hutan, serta kerusakan kawasan keramat yang memiliki nilai historis dan spiritual tinggi.
“Kami secara resmi telah melaporkan tindakan dugaan penyerobotan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Maluku untuk diproses hukum,”ungkap keduanya, Minggu malam.
Berbagai bukti pendukung juga akan diserahkan keduanya, termasuk dokumen kepemilikan ulayat Marga Nurlatu Kakunusa, dokumentasi aktivitas ilegal, bukti kerusakan lingkungan, dan surat pernyataan keberatan masyarakat adat.
Selain melaporkan kasus ini ke Polda Maluku, masyarakat adat juga akan melaporkan kasus ini kepada Komnas HAM RI Perwakilkan Maluku di Ambon, dan Kantor Ombudsman Perwakilan Maluku.
Hal ini dilakukan agar masyarakat adat tetap mendapat perhatian khususnya perlindungan hukum dan hak asasi manusia.
Mereka juga menyerukan kepada pihak berwenang untuk segera menindaklanjuti laporan ini demi memastikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat, kelestarian lingkungan, serta tegaknya supremasi hukum di Indonesia.
Dalam tuntutannya, masyarakat adat Waehata mendesak agar Fery Tanaya sebagai PT HTI-WWI segera diproses hukum.
Selain iitu, zin operasional PT HTI-WWI oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK dicabut, disamping pembayaran ganti rugi, baik materiil maupun imateriil, atas kerusakan lingkungan dan hilangnya mata pencaharian masyarakat adat.
“Kami minta agar segala bentuk aktivitas penebangan dan eksploitasi sumber daya alam di wilayah adat Desa Waehata segera dihentikan, dan penarikan PT HTI-WWI dari wilayah adat Desa Waehata,”pungkas mereka.(MM)