AMBON, MM. – Sidang konstatering di Negeri Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, pada 27 November 2025, diwarnai protes keras dari pihak tergugat terhadap penggugat dan Kantor Pertanahan (BPN) Kota Ambon. Sidang ini terkait perkara No. 207/Pdt.G/2023/PN.Amb, dengan penggugat Antony Aliando (PT Angin Timur) dan tergugat Christofol Ch. Pesurnay, Yoses Ronaldo, dan Oktovianus Manhitirissa, serta intervensi PT Karya Bumi Perkasa.
Kuasa hukum tergugat, Heis Persunay, menyampaikan protes atas beberapa hal, yaitu pemasangan patok seharusnya sudah dilakukan pada saat pengukuran awal untuk menerbitkan sertifikat, namun tidak dilakukan oleh pihak penggugat.
Selain itu, objek sertifikat yang menjadi objek perkara berada di desa Poka, tepatnya di seputaran patung Leimena.
“Disamping itu, isi gugatan yang disampaikan oleh pihak penggugat jika lokasi tempat penyelenggaraan konstatering itu tidak ada rumah-rumah di atas lahan tersebut, padahal faktanya rumah para tergugat semua berada di atas lahan tersebut. Bahkan ada rumah yang ditunjuk sebagai rumah tua keluarga Persunay telah berada di lokasi tersebut sejak tahun 1987,”ucapnya.
Heis juga menyatakan, HGB (Hak Guna Bangunan) penggugat telah berakhir pada 2023 tanpa perpanjangan, sehingga lahan otomatis kembali ke pemilik Dati, keluarga Persunay. Saat sidang, upaya pemasangan patok oleh penggugat, berdasarkan petunjuk BPN Ambon, ditentang tergugat, sehingga memicu ketegangan antara kuasa hukum.
“Sesuai aturan , seharusnya sebelum HGB berakhir maka 2 tahun sebelumnya harus pula dilakukan pengajuan kepada pemilik tanah Dati , agar dilakukan perpanjangan atau pembaharuan . Akan tetapi hal itu tidak dilakukan oleh pihak penggugat alias pemegang HGB, sehingga dengan sendirinya kepemilikan HGB telah selesai, maka dengan sendirinya tanah atau lahannya secara otomatis kembali kepada pemilik Dati, yaitu keluarga Persunay,”jelasnya.
Dari pantauan media ini, sidang Konstatering diawali dengan pembacaan Keputusan PN Ambon, Keputusan Pengadilan Tinggi Maluku serta Keputusan dari Mahkamah Agung oleh Panitera Pengadilan Negeri Ambon. Kemudian dilanjutkan dengan penunjukkan batas-batas oleh penggugat, berakhir dengan upaya penggugat untuk memasang patok pada titik yang ditunjuk oleh BPN Ambon, menggunakan titik koordinat satelit . Namun ternyata hal itu dilarang bahkan ditentang keras oleh pihak tergugat sehingga sempat memicu ketegangan antara kuasa hukum tergugat dan kuasa hukum penggugat sehingga pemasangan patok pun akhirnya tidak bisa dilakukan.
Sidang konstatering berakhir tanpa pemasangan patok. Heis Persunay menyatakan akan melanjutkan upaya hukum dengan gugatan PK. (MM-3)

















