PIRU,MM. – Kebijakan Bupati Seram Bagian Barat (SBB) Asri Arman menutup aktivitas PT Spice Island Maluku (SIM), menuai gelombang protes. Warga menilai, kebijakan bupati hanya mempertimbangkan kepentingan salah satu kelompok, tanpa mengakomodir pihak lainnya.
Merasa diperlakukan tidak adil, ratusan warga telah mendatangi gedung DPRD setempat, Rabu siang untuk menyampaikan aspirasinya. Mereka membawa sejumlah pamfler, mendesak agar PT SIM kembali beroperasi di SBB.
Penutupan operasional perusahan yang bergerak dibidang penanaman pisang abaka oleh Bupati, dinilai mereka tanpa mempertimbangkan nasib ratusan warga setempat , yang terpaksa harus kehilangan pekerjaan. Tercatat sebanyak 424 karyawan yang telah dirumahkan, sebagai dampak dari kebijakan Pemda setempat mencabut secara sepihak izin beroperasi PT SIM di kabupaten SBB.
Surat edaran yang dikeluarkan Bupati atas rekomendasi DPRD setempat untuk menghentikan sementara operasional PT. SIM tertanggal 17 Juli 2025 , juga bukan merupakan solusi yang tepat, ditengah minimnya PAD.
Hal ini diperparah dengan aksi demo dari sekelompok warga di Dusun Pelita Jaya yang menolak investasi PT SIM karena diklaim telah masuk dalam lahan milik mereka, tidak mampu dibuktikan dengan dokumen kepemilikan.
Kebijakan Bupati ini menurut mereka, akan berpotensi menimbulkan konflik dengan warga yang menjadi korban PHK.
Padahal dalam kunjungannya ke perusahan PT SIM di Hatusua, Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa yang didampingi Bupati SBB beberapa waktu lalu secara gamblang telah menyampaikan seruan Presiden RI, agar tidak ada pihak-pihak yang menghambat investasi yang masuk ke suatu daerah.
Gubernur saat itu mengatakan secara tegas, bahwa pemerintah harus mendukung dan tidak menolak masuknya investasi.
“Namun sayangnya perintah Gubernur dan bahkan Presiden tidak di indahkan sedikitpun oleh Bupati SBB Ir. Asri Arman yang saat itu hadir dan mendengar langsung arahan Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa,”kata pendemo.
Mereka juga menyatakan, aksi spontan ini dilakukan untuk menyampaikan aspirasi warga yang sangat di rugikan oleh kebijakan Bupati SBB dan DPRD yang sepihak, tanpa mempertimbangkan nasib dari warga lainnya. Ketidakmampuan Bupati dalam menyelesaikan kebutuhan ekonomi masyarakat SBB, menurut mereka, harus menjadi bahan evaluasi oleh Mendagri.
Dalam aksinya tersebut, warga menyampaikan lima poin tuntutan, yaitu :
1. Meminta DPRD SBB mencabut rekomendasi terkait penghentian sementara PT. SIM di Kabupaten SBB tertanggal 17 Juli 2025
2. Meminta DPRD SBB untuk mendesak Bupati SBB segera mencabut surat edaran penghentian sementara PT. SIM karena tidak mempertimbangkan nasib 424 karyawan yang telah di rumahkan
3. Meminta DPRD dan Bupati SBB untuk mencabut surat larangan dan rekomendasi yang sangat berdampak kepada iklim investasi di SBB
4. Meminta DPRD untuk melihat masyarakat secara keseluruhan, dan bukan saja melihat masyarakat Dusun Pelita
5. Meminta DPRD untuk memikirkan nasib 424 karyawan PT. SIM yang di rumahkan akibat konflik Agraria, dan bukan saja melihat kemauan masyarakat Dusun Pelita Jaya secara kusus.
Massa juga mengancam apabila tuntutan mereka tidak ditanggapi secara serius oleh DPRD dan Bupati SBB, mereka akan kembali dengan massa dalam jumlah yang lebih besar.
PAD Minim, Harus Ada Solusi
Anggota Komisi I DPRD Provinsi Maluku, dapil SBB, Ismail Marasabessy ditempat menilai, kebijakan Bupati menutup PT SIM bukanlah sebuah solusi yang tepat.
Ia menyarankan agar Bupati mencari solusi lain, mengingat kabupaten SBB memiliki PAD yang sangat kecil.
Penutupan aktivitas PT SIM kata Ismail, akan sangat berdampak pada warga lokal.
Menurut Ismail, PT SIM tentunya telah memenuhi berbagai kewajiban administratif serta finansial kepada daerah, dan telah memiliki izin operasional.
Sebagai perusahan resmi, juga rutin membayar berbagai pajak termasuk pajak galian C, yang menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) SBB.
Kontribusi perusahaan, khususnya dari hasil pengelolaan pisang abaka, kata Ismail, sangat signifikan untuk kas daerah.
Meskipun menghormati keputusan Bupati Arman yang mengacu pada aspirasi dari warga tiga dusun, namun Ia juga mengingatkan, Bupati untuk mempertimbangkan solusi lain, sebelum menghentikan secara total aktivitas PT SIM.
Ia mengingatkan, tanpa kehadiran perusahaan yang menyumbang PAD, kabupaten SBB akan semakin sulit membiayai pembangunan dan pelayanan publik yang maksimal.
“Tanpa perusahaan, saya mau katakan, SBB tidak bisa berharap banyak. PAD SBB kecil, dan perusahaan-perusahaan ini justru menjadi penopang utama,” pungkasnya (MM)