BURU,MM.- Tindak kekerasan yang merenggut nyawa kembali terjadi di kawasan tambang emas illegal, Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku. Nyawa yang terenggut bukan karena tanah longsor atau runtuhan lubang tambang seperti yang biasa terjadi, namun kali ini seorang penambang ditemukan tewas mengenaskan dengan luka bacokan. Darah tercecer di jalur tambang emas ilegal, menandai maraknya kekerasan di tengah kekosongan penegakan hukum.
Korban adalah La Haji (42), warga asal Desa Waiheru, Kecamatan Baguala, Kota Ambon. Ia ditemukan sudah tak bernyawa, bersimbah darah di samping mesin penarik air (sancin) yang dijaganya di Jalur E, Desa Persiapan Wamsait, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, Senin pagi (14/7/2025).
Luka bacok di leher, dada, dan perut menunjukkan korban dibantai dengan brutal oleh orang tak dikenal (OTK).
Saksi kunci, Anto (32), rekan kerja korban, mengatakan bahwa sekitar pukul 06.30 WIT, ia mendapat kabar air habis di dompeng. Saat menuju mesin penarik air sejauh 150 meter dari pemukiman warga, ia dikejutkan dengan pemandangan mengerikan, La Haji terkapar tak bernyawa, dikelilingi genangan darah.
Anto pun segera melaporkan kejadian tersebut ke Pos TNI Pemantauan Jalur A. Aparat dan warga kemudian mengevakuasi jasad korban dan membawanya ke rumah warga terdekat sebelum dipulangkan ke keluarganya di Ambon malam itu juga.
Barang-barang milik korban masih ditemukan utuh—HP, dompet, dan uang Rp 1.200.000—menegaskan bahwa ini bukan sekadar perampokan. Motif pembunuhan mengarah pada konflik internal atau persaingan antarpenambang.
Korban sehari-hari bekerja di mesin dompeng, namun belakangan ditugaskan menjaga sancin. Di tambang ilegal yang tak teratur, posisi penjaga air seperti itu bisa sangat strategis—bahkan rawan jadi sasaran konflik.
Jenazah korban berusia 42 tahun itu, telah dipulangkan ke Desa Waeheru, Kota Ambon dari Namlea, dengan menggunakan transportasi laut malam ini atas permintaan keluarga.
Paur Humas Polres Buru, Aiptu MYS Djamudin membenarkan insiden Mengenaskan itu. Di mana Tim Reskrimsus Polres Buru dibantu personel Polsek Waeapo telah melakukan olah TKP
“Tim reskrimsus masih di TKP. Motif dari kejadian masih dalam Penyelidikan”ujar Djamaludin.
Insiden ini mempertegas bahwa tambang emas ilegal Gunung Botak bukan sekadar ancaman lingkungan, tapi kini berubah menjadi arena berdarah. Ketika aparat dan negara lambat bertindak, hukum rimba mengambil alih. Persaingan berubah jadi kekerasan. Nyawa hanya dihargai sebatas jalur air dan tumpukan pasir emas.
Gunung Botak tidak lagi sekadar ladang emas ilegal. Ia telah menjadi lahan konflik berdarah, dengan daftar korban yang terus bertambah. Jika pembiaran ini berlanjut, bukan hanya La Haji yang jadi korban. Akan ada nama-nama lain, tubuh-tubuh lain, yang menyusul dan gunung botak menjadi kuburan massal tanpa batu nisan.(MM-9)