AMBON,MM. – “Wisata Kapal Phinisi ini kami hadirkan untuk memperkenalkan budaya maritim Sulawesi Selatan sekaligus memberi pengalaman baru bagi wisatawan, yang ingin berkunjung ke tempat ini”
Demikian antara lain ungkapan Andi Rahman, salah satu Pengelola Wisata Kapal Phinisi di Pantai Losari Sulsel, Kamis (9/10/2025) kepada Tim BI Maluku dan Wartawan Mitra dari berbagai media asal Maluku , saat menikmati suasana indah di atas Kapal Phinisi.Kamis, 9/10/2025.
Kapal Phinisi merupakan kapal tradisional khas suku Bugis-Makassar yang telah diakui dunia sebagai warisan budaya takbenda oleh UNESCO sejak tahun 2017. Kapal ini bukan sekadar alat transportasi laut, melainkan simbol kebanggaan dan kearifan lokal masyarakat tanah Daeng, Sulawesi Selatan.
Ciri khas dari kapal memiliki 2 tiang utama dan didukung 7 layar.
Selanjutnya dua tiang di kapal ini sebagai simbol 2 orang suami isteri. Sedangkan tujuh bentangan layarnya diartikan sebagai 7!lautan samudera sehingga diartikan sebagai sebagai 2 orang suami isteri yang mengarungi 7 lautan samudera. Itu merupakan versi umum dari banyaknya versi dimana jika diartikan dari versi Islam maka diartikan sebagai dua kalimat syahadat sedangkan 7 bentangan layar diartikan sebagai 7 air dalam surah Alfatihah.
Kini, wisatawan yang berkunjung ke Pantai Losari dapat menikmati sensasi menaiki replika Kapal Phinisi yang disediakan oleh pengelola wisata lokal.
Dengan biaya yang terjangkau, pengunjung bisa berlayar menyusuri Teluk Makassar sambil menikmati keindahan langit saat matahari senja (sekitar jam 5.00-8.00 WITA), panorama indah Kota Makassar dari laut, dan tiupan angin pelan yang menyejukkan suasana.
Menurut Andi, paket wisata yang ditawarkan bervariasi yaitu mulai dari sunset cruise, romantic dinner di atas kapal, hingga paket tour edukasi budaya bagi pelajar dan wisatawan mancanegara.
Selain menikmati perjalanan laut, wisatawan juga bisa belajar tentang sejarah dan filosofi pembuatan Kapal Pinisi.
Para awak kapal dengan ramah menjelaskan proses pembuatan kapal tradisional ini yang masih dilakukan secara manual oleh para pengrajin dari Tanah Beru, Kabupaten Bulukumba, Sulsel.
Indra (32) seorang ABK Kapal Pinisi kepada media ini mengatakan, bahwa, Kapal Pinisi ini tidak bisa dikerjakan di tempat lain, selain hanya di Bulukumba.
Kalau pun daerah lain mau membuat/mengerjakan Kapal Pinisi, maka tenaga kerjanya harus didatangkan dari Bulukumba.
“Ini merupakan warisan dari para leluhur dan melegenda kita sebagai anak-anak selalu mendapat cerita tentang pembuatan kapal pinisi dari orang tua-tua kita,” ungkap Indra, yang lahir di 32 tahun silam di Bulukumba, yang saat kini mengais rejeki di Kapal Phinisi Pantai Losari Sulawesi Selatan .
Ia menuturkan, Kapal Pinisi milik swasta ada dua buah dan dua buah kapal lainnya miliki Pemerintah Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.
Rata-rata semua Kapal Phinisi mempunyai misi yang sama yaitu mengembangkan wisata bahari di Sulsel, bahkan sampai ke daerah/provinsi lain.
Menariknya, sebelumnya naik ke kapal Phinisi dan berlayar sambil menikmati panorama malam, setiap pengunjung/wisatawan kata Inda, yang memanfaatkan momen ini, sebelum menaiki Kapal Pinisi harus berfoto terlebih dahulu di Pantai Losari dan setalah di atas kapal berfoto juga, sambil menikmati musik akustik atau sambil bersantai menikmati minuman khas Makassar seperti Sarabba.
“Berlayar dengan Kapal Pinisi di Pantai Losari memberikan sensasi yang berbeda. Rasanya seperti kembali ke masa lalu, tapi dengan kenyamanan modern,” tutur Siti Aminah, wisatawan asal Jakarta.
Dengan konsep yang menggabungkan budaya, edukasi, dan rekreasi, wisata Kapal Phinisi di Pantai Losari menjadi salah satu destinasi unggulan yang wajib dikunjungi saat berada di Makassar.
Pemerintah Kota Makassar terus berupaya mendukung pengembangan wisata bahari ini melalui peningkatan fasilitas dan promosi pariwisata.
Ke depan, wisata Kapal Phinisi diharapkan tidak hanya menjadi atraksi wisata, tetapi juga wadah untuk melestarikan warisan maritim Indonesia yang kaya nilai sejarah dan budaya.
Saat berada dan menikmati panorama di atas KLM Phinisi, wartawan harian Metro Maluku, Tonnya Balriyanan merenung dan bertanya dalam hati mungkinkah Kapal Phinisi bisa dikembangkan dan sekaligus dikemas untuk mempercantik sekaligus memberikan masukan PAD bagi Kota Ambon dan Provinsi Maluku, mengingat di pulau Ambon memiliki dua teluk yang tak kalah menariknya dengan Makassar yakni Teluk Ambon dan Teluk Baguala.
Selanjutnya saat menyimak lebih jauh apa yang ada dan dimiliki KLM Phinisi ternyata kapal tersebut hanya memiliki 4 orang ABK yang terdiri dari 1 Kapten Kapal dan 3 ABK. Sementara itu, wisata Pantai Losari Makassar itu ternyata memiliki 4 buah kapal wisata di mana 2 buah kapal milik Pemerintah sedang 2 kapal lainnya milik swasta. Sebuah kerjasama yang luar biasa.
Selanjutnya untuk menjawab Pertanyaan di atas ini mestilah direspon secara positif oleh pihak pemerintah, swasta yang ada di daerah itu. Alasannya sederhana, karena Provinsi Maluku merupakan provinsi kepulauan dengan luas lautan lebih besar dari daratan, maka tidak salahnya kalau usaha Kapal Phinisi ini.
Hal ini tentu tidak segampang membalik telapak tangan, namun membutuhkan sebuah kajian ilmiah yang komprehensif, termasuk hitung-hitungan ekonomi terkait “Untung atau Rugi” jika benar Kapal Phinisi hendak dikembangkan di daerah ini dan jika dikombinasikan rencana pemerintah kota Ambon mengembangkan Ambon sebagai kota “Water Front City maka kehadiran kapal serupa KLM Phinisi sangatlah tepat untuk dipikirkan.(MM-3)

















