AMBON, MM. – Aksi demonstrasi gabungan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), berlangsung secara teratur di dua lokasi, yaitu Polda Maluku dan Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Kamis (11/12).
Aksi tersebut mempersoalkan dugaan pelanggaran prosedur, penundaan berulang eksekusi, serta konflik kepentingan yang mereka nilai terjadi pada proses eksekusi lahan di Dusun Kebun Cengkeh–Amahusu.
Para demonstran mengkritisi kinerja Kabag Operasi (OPS) Polresta Ambon, Wakapolres, dan Kapolres. Menurut mereka, ketiganya menjadi faktor utama terjadinya penundaan eksekusi hingga tiga kali. Mereka menilai kasus ini sarat kejanggalan, diduga direkayasa, dan mengandung konflik kepentingan yang harus dibongkar secara menyeluruh.
Pertemuan di Polda : Atendi Khusus Kapolda
Dalam aksi mahasiswa di Polda Maluku sekitar pukul 12.30 WIT, perwakilan mahasiswa diterima oleh Wadir Intelkam Polda Maluku Frans Duma, Kasat Intel Polres Pulau Ambon & P.P. Lease Darmawan, serta Kasubdit III Direktorat Intelkam Polda Maluku, Mussad di Ruang Fresna, Lantai 3 Polda Maluku.
Saat pertemuan berlangsung, Wadir Intelkam sempat menerima telepon langsung dari Kapolda Maluku, yang kemudian disampaikan secara terbuka kepada perwakilan mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa Kapolda memberikan perhatian khusus terhadap kasus penundaan eksekusi lahan Amahusu.
Menurut keterangan pihak pemohon eksekusi, mereka juga telah melaporkan langsung kepada Kapolda melalui WhatsApp resmi (bagian dari program keterbukaan Kapolda Maluku), dan mengajukan laporan dugaan pelanggaran ke Propam Polri. Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti di tingkat nasional oleh Tim Penyelidik Biro Paminal Divpropam Polri, sehingga kasus ini kini sudah menjadi atensi Mabes Polri.
Pihak Polda menegaskan kepada demonstran untuk tidak menyeret institusi kepolisian secara keseluruhan. Jika ada penyimpangan, itu adalah tindakan oknum dan akan ditindak tegas sesuai aturan internal.
Aksi Demo di Pengadilan Ambon
Sekitar pukul 14.30 WIT, mahasiswa melanjutkan aksi demonstrasinya ke Pengadilan Negeri (PN) Ambon, dan diterima oleh Humas PN Ambon. Humas menjelaskan bahwa proses eksekusi masih berjalan dalam koridor prosedur hukum.
Mahasiswa memunculkan sejumlah pertanyaan krusial, antara lain: mengapa eksekusi 4 Desember 2025 dibatalkan, mengapa eksekusi tanggal 8–9 Desember tetap berjalan, mengapa jumlah rumah yang dieksekusi hanya 12 (bukan 21 seperti data awal), mengapa terjadi penundaan eksekusi sebanyak 3 kali, dan siapa pihak yang diduga menghambat pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap).
PN meminta agar demonstran menyampaikan surat resmi untuk mengajukan audiensi, yang rencananya akan diproses keesokan hari.
Tuntutan Mahasiswa
Mahasiswa dalam tuntutannya yang disampaikan secara tertulis dan lisan meminta:
– Kabag OPS Polresta Ambon (Titus), Wakapolres, dan Kapolres harus dimutasi dari Polresta Ambon.
– Usut tuntas pihak kepolisian terkait penundaan eksekusi, dalang di baliknya, dan dugaan rekayasa pengamanan eksekusi.
– Setiap orang yang menghalangi eksekusi harus ditindak tegas.
– Serahkan pengamanan eksekusi kepada TNI atau Polda Maluku bila Polresta tidak netral.
– Kabag OPS didesak mengganti seluruh kerugian akibat penundaan eksekusi.
– Usut tuntas dugaan hubungan keluarga Kabag OPS dengan pihak termohon eksekusi, serta kecenderungan memihak keluarga di atas kepentingan negara.
– Usut tuntas peran Kabag OPS dan Wakapolres dalam Rakor Kepolisian tanggal 21 November 2025, kedatangan mereka ke PN Ambon pada 24 November 2025, dan bocornya Surat Negara Permohonan Bantuan Pengamanan Eksekusi Nomor 2619/PAN.WZZ-UI/HK.02/XI/2025.
– Tindak tegas oknum yang diduga menghambat perintah negara.
Di Pengadilan Negeri Ambon, mahasiswa menuntut :
– Putusan inkracht dan berkekuatan hukum tetap harus dijalankan tanpa penundaan lagi.
– PN dan kepolisian diminta menjelaskan mengapa eksekusi hanya meliputi 12 rumah (bukan 21 seperti data awal).
– Eksekusi adalah perintah negara yang tidak boleh dihalangi oleh pihak manapun.
– Jelaskan secara terbuka mengapa eksekusi tanggal 4 Desember dibatalkan, sedangkan eksekusi tanggal 8–9 Desember terlaksana.
Pemohon juga mendesak agar Kapolda Maluku menindaklanjuti laporan yang telah disampaikan. Selain itu, laporan ke Propam Polri wajib diproses hingga selesai dengan transparansi. Kasus ini yang menjadi atensi Mabes Polri harus diusut sampai tuntas oleh Biro Paminal Divpropam Polri.
Dengan telepon langsung Kapolda ke ruang pertemuan, laporan pemohon ke Kapolda dan Propam, atensi Biro Paminal Divpropam Polri, serta tekanan aksi mahasiswa, kasus penundaan eksekusi lahan Amahusu ini diharapkan naik menjadi kasus serius dengan dimensi disiplin, etik, prosedural, dan dugaan konflik kepentingan. (MM10)

















