AMBON,MM. – Pemerintahan Presiden Joko Widodo akan segera berakhir, Oktober 2024. Namun dalam satu dekade berkuasa, rezim ini meninggalkan warisan berupa peraturan serta kebijakan yang meminggirkan masyarakat adat.
Bahkan di ujung kekuasaannya, Jokowi berupaya melanggengkan kepentingan oligarki dengan berbagai produk hukum, seperti, revisi UU Minerba, UU Cipta Kerja, UU IKN, pengesahan UU KUHP.
Diduga langkahnya itu didesain dan disahkan sengaja untuk menyangkal keberadaan lebih dari 40 juta masyarakat adat di Indonesia, termasuk masyarakat adat serta hak-hak konstitusionalnya. Hal ini menunjukan pemerintah gagal melindungi rakyatnya.
Demikian disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil, yang dikoordinir oleh Lenny Patty, Ketua AMAN Maluku dalam rilisnya, Sabtu (12/10/2024).
Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari AMAN Maluku, KORA Maluku, BPAN Wilayah Maluku, Perempuan AMAN, AJI Ambon, Komite Aksi Kamisan Ambon, GEMA PENU SETARA, FPPI Ambon, GEMPAR UNPATTI dan BAMM, telah menggelar aksi, di Bundaran Leimena, beberapa hari lalu.
Leny mengungkapkan, alih-alih menghormati hak dan pengakuan wilayah hukum masyarakat adat dan tanah adatnya, kebijakan tersebut justru berorientasi pada perluasan dan penguatan sektor bisnis. Pasalnya, arah pembangunan dan kebijakan dikendalikan pemodal, dan DPR sebagai pembentuk undang-undang selama ini telah dikontrol para pengusaha.
“Dalam banyak kasus, bahkan pemerintah hendak memisahkan proses pengakuan hak atas wilayah adat. Masyarakat Adat di Maluku juga mengalami kondisi serupa akibat ketimpangan kebijakan dari pusat turut diimplementasikan oleh pemerintah daerah,” terangnya.
Dia menyampaikan, sejumlah negeri di Maluku yang dijadikan lokasi proyek di sektor energi, pertambangan dan kehutanan tersandera oleh sejumlah masalah, seperti konflik dan kerusakan lingkungan
“Masyarakat adat adalah kelompok yang paling rentan karena hak atas tanah dan ruang hidup mereka disulap menjadi proyek berkedok pembangunan ekonomi. (MM)