AMBON, MM. – Klaster Sawatu menggelar sosialisasi Bijak Digitalisasi Generasi Z (Gen-Z) di Negeri Waai, Kecamatan Salahuttu, Kabupaten Maluku Tengah, kemarin. Sosialisasi ini bertujuan untuk mengantisipasi penyalahgunaan media sosial oleh anak muda Maluku yang bisa berdampak pada retaknya kerukunan persaudaraan di Maluku.
Glenn M.J.Komul, Ketua Klaster Sawatu, di sela sela kegiatan sosialisasi menerangkan tentang betapa pentingnya menjaga hubungan persaudaraan, toleransi antar umat beragama, ras dan suku di Maluku.
Dia juga mengatakan, sosialisasi lintas agama menghadirkan puluhan remaja yang tergabung dalam klaster Sawatu, yaitu gabungan tiga komunitas dari remaja Salobar -Pohong Mangga ( Sagu Satumang), komunitas Tulehu dan Waai.
Jebolan Magister UKIM Ambon ini menjelaskan, agenda sosialisasi di Negeri Waai adalah bagian dari rentetan hubungan kerjasama dengan Kalijaga Institute for Justice (KIJ) UIN Sunan Kalijaga, yang sebelumnya telah menggelar Lokakarya Penguatan Kompetensi Kolaboratif antar Umat Beragama di Kota Ambon bertajuk “Ale Rasa Beta Rasa, Sagu Salempeng Pata Dua. Tujuan utamanya adalah menciptakan ruang kepada masyarakat yang berbeda agama, agar bisa saling mengenal melalui ketahanan komunitas sebagai pondasi untuk memperkuat toleransi antar umat beragama.
“ Sebetulnya cikal bakal adanya kerja sama antar komunitas lintas agama ini, setelah dibentuknya komunitas remaja Sagu Satumang, gabungan remaja di kawasan Air Salobar dan Pohon mangga, yaitu dua komunitas beda agama yang saling berdekatan atau berbatasan.” ungkapnya.
Projek dari UIN Kalijaga ini kata Komul, menghadirkan Sagu Satumang sebagai pendukung bersama gabungan komunitas remaja lintas agama di Maluku, salah satunya komunitas Sawatu, yaitu komunitas Sagu Satumang, Tulehu dan Waai.
Menurutnya, sosialisasi kepada generasi milenial di Maluku adalah agar bijak bermedia sosial, bijak dalam dunia digital demi merawat hubungan persaudaraan di Maluku. Selain itu memperkuat kohesi sosial, sehingga konflik di Maluku tidak perlu terjadi, seperti halnya yang terjadi akhir-akhir ini.
“ Kita kembali pada identitas kita, kita kokohkan hubungan persaudaraan Pela Gandong, jangan kita mudah disusupi dengan kepentingan pihak pihak yang mencoba memecah belah hubungan manis orang basudara di Maluku,” tukasnya.
Dengan melibatkan G-Z, sebagai agen agen perdamaian di Maluku, Ia berharap dapat menekan peredaran informasi miring, hoax yang sengaja disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
“ Tujuan itu, kami ingin agar komunitas Sawatu hadir untuk menangkal informasi hoax yang akhir-akhir ini membuat orang mudah tersulut pada perpecahan atau konflik “ katanya.
Proaktif bangun Kerjasama Ciptakan Toleransi
Sosialisasi ini diharapkan dapat merangsang semua pihak proaktif dan mau terlibat dalam membangun kebersamaan dalam menciptakan toleransi antar umat beragama, menghilangkan prasangka dan menumbuhkan kepercayaan dengan menggunakan pendekatan baru melalui ketahanan komunitas sebagai fondasi dalam meningkatkan toleransi beragama.
“Ini langkah kecil yang berdampak besar untuk saling memahami dan menghormati keyakinan orang lain,” terangnya.
Program digagas untuk membangun dialog lintas agama yang mengikutsertakan berbagai komunitas lokal. Dari dialog tersebut, terungkap bahwa kesalahpahaman sering kali muncul akibat minimnya interaksi dan informasi yang benar.
“Orang Maluku sebenarnya rindu kebersamaan. Agenda di tingkat klaster akan membuka rasa bahwa toleransi itu nyata, bukan hanya konsep. Ketahanan komunitas adalah kunci untuk menjaga Indonesia tetap harmonis. Saat kita merawat kebersamaan, kita sebenarnya sedang merawat bangsa ini,” katanya.
“Sebetulnya banyak orang sedang belajar dari orang Maluku karena keberhasilan mendokumentasi hal-hal yang baik dalam kaitan dengan damai, karena Ambon adalah laboratorium toleransi antar umat beragama,” sambungnya.
Hal ini dilakukan demi toleransi beragama, untuk penanganan konflik dengan memilih generasi Gen Z, dimana Bullying itu sangat parah dan itu terjadi di media sosial. Dan itu dilakukan secara bebas karena tidak ada wasit, tidak ada yang ditakuti. Apalagi dengan menggunakan akun anonim untuk menyerang seseorang. Apa lagi jika Bullying ini terjadi antar individu atau kelompok bedah agama, sehingga bisa memicu konflik.
Dengan kesepakatan bersama dan pentingnya keberadaan Gen Z yang nantinya melanjutkan pembangunan di Maluku, bagaimana rasa toleransi, hidup orang basudara harus tertanam kuat.
Pemateri, Thobias Rahalus menyebutkan, informasi hoax yang saat ini merajalela di media sosial sebagai tantangan besar karena menyebar lebih cepat dari pemberitaan. Bullying juga merupakan salah satu masalah rumit, karena berdasarkan data Unesco 84 persen pemuda atau remaja mengalami kasus tersebut.
Ia juga melihat kecanduan sebagai persoalan yang berdampak pada kesehatan mental dan psikologi, sehingga banyak remaja dan pemuda mengalami kecemasan, dan gangguan konsentrasi.
“Harapannya remaja dan pemuda masa kini untuk pergunakan media sosial dengan bijak, saring sebelum sharing, menjaga etika, atur waktu bermedia sosial, tingkatkan kualitas waktu dan libatkan orang tua. Ini penting agar tidak merugikan diri dan orang lain,” tandasnya. (MM)