AMBON,MM. – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku ternyata belum menjadwalkan pemeriksaan terhadap Pimpinan PT. Bumi Perksasa Timur (BPT), Muhammad Franky Gaspary Thiopelus alias Kipe,
Pasalnya, Kipe mendadak sakit saat kasus dugaan Korupsi jual sewa 140 Ruko Pasar Mardika milik Pemerintah Provinsi (Pemrov) Maluku itu diambil alih oleh korps adhyaksa dari tangan Ditreskrimsus Polda Maluku.
Meskipun menyatakan orang dekat mantan Gubernur Maluku, Murad Ismail ini sakit, namun Kejati Maluku masih bungkam soal Rumah Sakit tempat Kipe menjalani perawatan.
Sikap tertutup Kejati Maluku tentang keberadaan Kipe justru menimbulkan kecurigaan dari publik. Pasalnya, dalam beberapa kesempatan Kejati Maluku selalu menyatakan akan transparan dalam menangani sejumlah kasus korupsi, termasuk di lingkup Pemprov Maluku.
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pusat Kajian dan Pengembangan Masyarakat (Pukat Seram), Fahry Asyatri, menduga, ada unsur kesengajaan Kejati Maluku menutupi keberadaan pimpinan PT. BTP.
Dia berharap, Kejati Maluku memenuhi janjinya ke publik, dan jangan sampai kasus ini kembali mandek seiring sakitnya Kipe.
“Kejati jangan cuma berkoar-koar saja di Media , tetapi kalau kasusnya mandek sama saja. Kejati jangan tinggal diam,” kata Fahry, Rabu (21/8/2024).
Fahri berpendapat, sebagai lembaga penegak Hukum Kejati Maluku harus lebih transparan dalam menangani sejumlah kasus korupsi di Maluku.
“Jangan cuma bisa main petak umpat, nanti ujung-ujungnya kasus ini ilang lagi seperti kasus Rebosisai Malteng. Apa salahnya kejati harus lebih terbuka lagi kepada media, biar masyarakat juga tahu soal perkembangan kasus ini,” pintanya.
Fahri menilai, keberadaan RS tempat Kipe seharusnya tidak perlu disembunyikan sebagai bentuk transparansi, mengingat kasus ini juga diawasi perkembangannya oleh publik.
“Dengan memberitahukan keberadaan RS tempat Kipe dirawat, maka media akan membantu menyampaikan kebenaran kepada publik, untuk menghilangkan kecurigaan yang muncul,”tegasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Maluku, Ardy yang dikomfirmasi terkait perkembangan kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PT. BPT hanya menjawab singkat kalau Kipe belum diperiksa.
“Belum dilakukan pemanggilan lagi, Kipe masih sakit. Dan soal Lokasi Rs dan Surat sakit kipet maf kita tidak bertahukan. Itu sifatnya privat,” kata Ardy saat dikonfimasi melalui pesan whatshapnya, (Rabu (21/8/2024).
Ardy juga memastikan kasus tersebut tidak akan mandek. “Kasus ini tidak akan mandek, kami akan terus berusaha untuk mengusut kasus ini sampai tuntas. Untuk sekarang kita lagi fokus tangani korupsi BRI Ambon”, pungkasnya.
Untuk diketahui, dugaan penyimpangan pengelolan ruko di kawasan Pasar Mardika, Kota Ambon merupakan hasil rekomendasi Pansus yang dibentuk oleh DPRD Provinsi Maluku. Wakil rakyat menemukan adanya dugaan pelanggaran jual sewa ruko oleh PT. BPT.
Pansus juga mendorong aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan korupsi dalam perjanjian kerja sama pemanfaatan 140 ruko yang merupakan aset milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku dengan PT. BPT.
Pansus menemukan sebanyak 12 pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang menempati Ruko Pasar Mardika telah melakukan pembayaran kepada PT. BPT sebesar Rp18.840.595.750. Ternyata PT. BPT hanya menyetor ke kas daerah Pemprov Maluku sebesar Rp 5 miliar.
Dimana untuk tahun 2022 sebesar Rp. 250.000.000,- dan untuk tahun 2023 sebesar Rp. 4.750.000.000,-.
Selain itu, pengumuman pemenang tender pemanfaatan sebanyak 140 ruko milik Pemprov Maluku yang dimenangkan oleh PT. BPT diduga juga sarat kecurangan. (MM)