AMBON, MM. – Hampir sebulan berlalu sejak tragedi Hunuth yang menyisakan luka mendalam bagi ratusan jiwa, kasus tersebut seolah berjalan di tempat. 24 rumah hangus terbakar, dan puluhan keluarga harus kehilangan tempat tinggal. Namun hingga kini, proses hukum yang dinantikan publik justru mandek.
Kepolisian baru menetapkan dua tersangka, yakni IS dan AP alias U. Tetapi perkembangan lanjutan atas kasus ini tidak kunjung terlihat. Penyelidikan dinilai stagnan, bahkan menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat, apakah hukum benar-benar ditegakkan secara adil, ataukah ada pihak yang mencoba bermain dalam pusaran kasus ini?.
Sekretaris DPD KNPI Kota Ambon, Wilson Rahayaan menegaskan bahwa kepolisian harus bertindak lebih transparan dan serius.
“Kejadian sensitif ini harusnya disikapi secara bijak oleh pihak berwenang dengan kerja nyata. Sampai saat ini memang 34 saksi sudah diperiksa, lalu bagaimana dengan 41 saksi lainnya yang tidak hadir tanpa alasan jelas?, padahal dari berbagai jejak platform digital yang beredar sudah jelas banyak pelaku yang terlibat, seharusnya sudah ada tersangka baru,”ujarnya dengan nada tegas, Minggu (14/9).
Menurut KNPI, kasus Hunuth bukan hanya perkara kriminal biasa, tetapi tragedi kemanusiaan yang menyangkut martabat dan keadilan.
“Ini persoalan kemanusiaan! Ada korban, ada rumah-rumah dibakar, ada ratusan orang yang kini hidup dalam ketidakpastian. Hukum harus ditegakkan tanpa tebang pilih,” sambungnya.
KNPI mencatat, sedikitnya 236 jiwa dengan 59 kepala keluarga terdampak langsung akibat peristiwa ini. Sebagian masih harus menumpang di rumah kerabat atau tempat darurat, menunggu kepastian kapan bisa kembali membangun kehidupan yang layak.
Namun ironisnya, perhatian pemerintah daerah dinilai sangat minim. “Informasinya DPRD Kota Ambon hanya sekali hadir di lokasi pasca kejadian. Lalu bagaimana dengan rumah warga yang rusak? Apakah cukup hanya datang melihat lalu diam? Harusnya pemerintah daerah bersama pihak terkait menjadi inisiator perdamaian agar ke depan tidak lagi terjadi hal serupa. Kota Ambon dan Maluku harus benar-benar diwujudkan sebagai laboratorium perdamaian, bukan sekadar slogan kosong,” tegas KNPI.
Desakan itu dibarengi ultimatum keras. Jika dalam waktu dekat tidak ada langkah nyata dari pihak kepolisian, KNPI Kota Ambon menyatakan siap menggerakkan aksi besar-besaran.
“Kami tidak main-main. Kami berdiri mewakili suara korban, suara masyarakat yang terabaikan. Jika hukum tidak dijalankan dengan adil, maka KNPI akan turun ke jalan. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan kepada aparat penegak hukum,” tandasnya.
Publik kini menunggu, apakah ultimatum tersebut akan dijawab dengan langkah konkret dari kepolisian dan pemerintah daerah, ataukah dibiarkan hingga bara ketidakpercayaan semakin menyala. Yang pasti, kasus Hunuth telah menjadi cermin betapa rapuhnya penegakan hukum dan koordinasi antar-lembaga dalam menghadapi tragedi kemanusiaan.(MM-9)