AMBON,MM.- Fenomena broker proyek yang gentayangan jelang momen Pilkada serentak 2024 di sejumlah daerah di Maluku, termasuk Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), harus diwaspadai oleh Aparat Penegak Hukum (APH), dalam hal ini Jaksa dan pihak kepolisian.
Pasalnya, aksi para broker ini berpotensi menimbulkan gratifikasi dan korupsi, yang merugikan uang rakyat.
Mereka kerap memanfaatkan peluang disaat para kandidat membutuhkan dana besar untuk membiayai kegiatan politiknya dalam merebut simpatik rakyat, dan mendapat dukungan partai politik.
Sudah bukan rahasia umum, bila dibalik kandidat, diam-diam ada pengusaha besar yang ikut berkontribusi memberikan dukungan dengan tujuan akhir dipermudah mendapatkan proyek pemerintah. Namun bagi yang belum memiliki bekingan, harus bekerja ekstra keras.
Bagi para broker proyek, berbagai cara rela dilakukan untuk meraup keuntungan instan dari sejumlah proyek pemerintah.
Paket proyek dengan nilai jumbo, menjadi primadona untuk ditawarkan kepada cukong-cukong politik. Praktik ini disinyalir dan patut diwaspadai juga terjadi di Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT).
Sejumlah OPD lingkup Pemda KKT yang diduga jadi sasaran empuk, diantaranya Dinas Cipta Karya, Kesehatan, Pendidikan serta Dinas Perhubungan.
Bahkan salah satu pengusaha lokal sebut saja AJ, diduga ikut memanfaatkan kedekatan dengan para pejabat di Pemkab KKT, dengan leluasa menjajakan Paket proyek bernilai jumbo kepada para cukong yang ingin berinvestasi politik di Saumlaki, KKT.
Modus yang digunakan AJ dengan mempublish foto atau pesan singkat (Wathsap) dengan para pejabat. Bermodal WA dan momen foto bareng pejabat itulah menjadi media AJ menggaet para cukong. Bahkan penjabat Bupati KKT juga dijadikan sebagai objek dalam praktik ilegal tersebut.
Keinginan bertarung dalam kontestasi pilkada di KKT dimanfaatkan dengan baik oleh AJ, dengan menawarkan paket jumbo dengan Fee hingga mencapai ratusan juta rupiah.
Dari informasi yang dihimpun, ada sekitar 5 paket proyek Jumbo yang kini ditawarkan AJ, diantaranya paket pembangunan jalan Karatat, Wunla, Sangliat, Rumah sakit dan paket pembangunan dermaga.
Bahkan tak tanggung tanggung uang yang digelontorkan hingga ratusan juta rupiah oleh para cukong dengan harapan mendapatkan paket proyek bernilai jumbo.
Menyikapi kondisi tersebut, salah satu praktisi hukum di Maluku, Hendrik Lusikooy meminta Kejaksaan Tinggi Maluku maupun pihak kepolisian untuk melakukan pengawasan dan mewaspadai aksi tersebut.
“Menjelang Pilkada 2024, sebenarnya yang harus diwaspadai oleh aparat penegak hukum adalah broker proyek pemerintah,”kata Lusikooy kepada media, Rabu (17/7/2-24).
Ia juga mengakui, menjelang agenda besar tersebut, biasanya sering dimanfaatkan oleh oknum rekanan maupun oknum pegawai pemerintah untuk mengiming-iming pengusaha kontruksi dengan cara menawarkan proyek pemerintah.
“Biasanya banyak oknum yang mengaku dari dinas teknis seperti Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, ataupun pihak-pihak yang mengaku memiliki kedekatan dengan pejabat tertentu. Mereka biasanya menawarkan proyek penunjukan langsung maupun tender, apalagi tiga dinas ini banyak proyek,”ungkapnya.
Bahkan tak jarang, lanjut Lusikooy, mereka menjanjikan mampu untuk mengkondisikan tender bebas bagi para kontraktor, yang tentunya dapat berujung pada gratifikasi dan korupsi. Hal ini juga biasanya terjadi di saat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disahkan.
Lima paket proyek jumbo di KKT kata Lusikooy, sangat perlu diawasi, agar tidak dijadikan objek oleh para broker proyek.
Peluang ini terbuka lebar, mengingat kabupaten ini juga memiliki persoalan hutang pihak ketiga, dampak dari proyek yang dikerjakan melalui penunjukkan langsung, tanpa proses tender. Bahkan persoalan tersebut menjadi berlarut-larut, dan anggaran daerah harus dikuras, sehingga menghambat proses pembangunan.
Lusikooy mengingatkan, jangan sampai masalah yang sama kembali terjadi.
“Minimal harus ada pengawasan dari aparat penegak hukum, dalam menghadapi aksi dari para broker proyek. Minimal, kebiasaan gratifikasi di dunia jasa konstruksi bisa diminimalisir, karena sangat merugikan daerah. Ada beberapa kepala daerah yang sudah masuk ke balik jeruji besi, karena diduga terlibat gratifikasi. Ini harus jadi pelajaran penting,”tegasnya.(MM)