AMBON,MM. – Pemerintah Provinsi Maluku melalui Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Drs.Ray C. Siauta, M.Si telah menyampaikan bahwa secara umum dokumen perusahaan PT. Batulicin Beton Asphalt (BBA) yang beroperasi di Ohoi/Desa Nerong, dan Ohoi Mataholat, Kecamatan Kei Besar Selatan, Maluku, telah dapat diterima meskipun masih disertai sejumlah catatan. Diantaranya, penyesuaian peta tata ruang Kabupaten Maluku Tenggara yang telah ditetapkan sebagai Perda. Selain itu, kehadiran perusahan tambang batu gamping ini disebut Kadis telah meningkatkan ekonomi lokal, dan menyediakan lapangan kerja.
Menyikapi pernyataan tersebut, Ketua Umum paguyuban Ikatan Yante Nuhu Evav (ITANEM), Prof. DR. Zainuddin Notanubun, M.Pd, memberikan tanggapan tegas, pekan kemarin.
Notanubun menegaskan, informasi yang disampaikan Kepala Dinas Lingkungan hidup menyesatkan masyarakat, karena tidak sesuai dengan kondisi riil di dua desa tersebut.
Menurutnya, eksplorasi Galian C dikerjakan oleh alat berat seperti excavator dan mobil truk. Excavator menggali tanah langsung dimuat ke dalam truk, dan diangkut ke tongkang, sehingga tidak membutuhkan tenaga masyarakat setempat.
“Berarti tenaga kerja masyarakat tidak dibutuhkan. Kalaupun ada, hanya satu atau dua orang yang punya kemampuan untuk membawa mobil truk, dan beberapa ibu yang ditugaskan untuk memasak. Lebih dari itu tidak membutuhkan tenaga kerja. Jadi apa digembar-gemborkan oleh Kepala Dinas Lingkungan hidup tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Karena sampai dengan sekarang, kehidupan masyarakat di kedua desa tersebut tidak berubah,”ucapnya.
Prof. Notanubun bahkan menantang Kadis LH untuk langsung turun meninjau lapangan, untuk melihat secara langsung kondisi sosial ekonomi masyarakat kedua desa tersebut.
Terlepas dari berbagai persoalan menyangkut dokumen ijin yang harus dikantongi, Notanubun juga mengingatkan, kehadiran perusahan milik konglomerat Haji Isam di Pulau Kei, sangat bertentangan dengan undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 27 tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil.
UU tersebut secara jelah telah mengatur larangan melakukan aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya, yang juga didukung dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35/PUU-XXI/2023 tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya, serta larangan penambangan mineral pada pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan terluar.
Ia menyebutkan, kategori pulau-pulau kecil adalah pulau yang luas wilayahnya kurang lebih 2000 km2, sedangkan pulau Kei Besar berukuran 550 km2.
Di samping itu, Perda nomor 2 tahun 2024 khusus bab V pasal 38 yang menyebutkan Wilayah pulau Kei Besar Selatan, termasuk Ohai Nerong dan Ohoi Mataholat dikategorikan sebagai kawasan pertanian dan perkebunan, bukan zona pertambangan.
Berdasarkan dasar regulasi yang dipaparkan di atas, Ia berharap kepala Dinas Lingkungan Hidup agar mendalami kembali berbagai regulasi di atas, agar tidak memberikan keterangan yang bertentangan.
“Jangan memproses izin kepada perusahaan PT Batu Licin beroperasi di pulau Kei Besar, karena Kei Besar adalah pulau kecil dan terluar yang dilindungi oleh undang-undang, keputusan MK, maupun Perda,”pungkasnya.(MM-3)