Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
DaerahHeadlineNasional

Gubernur Maluku Soroti Ketimpangan Tata Ruang dan Sentralisasi Pengelolaan Sumber Daya Di Forum DPD RI

13
×

Gubernur Maluku Soroti Ketimpangan Tata Ruang dan Sentralisasi Pengelolaan Sumber Daya Di Forum DPD RI

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Jakarta,MM. — Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, dengan lantang menyuarakan ketimpangan kewenangan antara pusat dan daerah dalam Forum Deseminasi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) DPD RI yang digelar di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Senin (14/7).

 

Dalam forum yang membahas Rekomendasi Hasil Keputusan DPD RI atas Pemantauan dan Evaluasi Ranperda serta Perda tentang Implementasi UU Cipta Kerja dalam kebijakan Tata Ruang Wilayah, Gubernur Lewerissa menegaskan pentingnya harmonisasi kebijakan pusat dan daerah dalam perencanaan ruang wilayah.

 

“Forum ini sangat penting, terutama bagi pemerintah daerah. Tata ruang sering menjadi isu sensitif antara kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi, juga antara daerah dan pusat,” ujarnya di hadapan para senator, pejabat kementerian, serta perwakilan pemerintah daerah dari seluruh Indonesia.

 

Ia mengungkapkan bahwa Provinsi Maluku saat ini tengah menyelesaikan revisi Perda RTRW Tahun 2013 yang telah memasuki tahap finalisasi. Namun, menurutnya, tantangan terbesar justru datang dari ketidakharmonisan regulasi antara pusat dan daerah.

 

Sebagai mantan anggota Badan Legislasi DPR RI 2019–2024, Lewerissa menyebut dirinya turut terlibat dalam perumusan UU Cipta Kerja. Namun, kini sebagai kepala daerah, ia menilai kebijakan tersebut memberatkan tanpa adanya pendampingan dari pemerintah pusat.

 

“Kalau tidak selesai, kewenangan ditarik ke pusat. Tapi pendampingannya di mana? Penarikan kewenangan bukan solusi. Yang kami butuhkan adalah bimbingan agar bisa memenuhi tenggat secara ideal,” katanya.

 

Gubernur juga menyoroti minimnya ruang bagi daerah dalam mengelola potensi sumber daya alam. Ia mencontohkan sektor kelautan, di mana provinsi diberi kewenangan administratif atas kapal penangkapan ikan maksimal 30 GT, namun tidak memiliki hak menarik retribusi.

 

“Kami keluarkan izin dan melakukan pelayanan, tapi pendapatan daerah bukan pajak tidak bisa kami tarik. Ini potret sentralisme yang menyakitkan,” tegasnya.

 

Ia memperingatkan bahwa ketidakseimbangan relasi antara pusat dan daerah bisa menimbulkan ketegangan di lapangan. Dalam pernyataannya, ia menyinggung peristiwa Evernext sebagai contoh nyata dampak dari sentralisasi yang berlebihan.

 

“Sejarah sudah memberi pelajaran. Jangan biarkan suara daerah diabaikan. Maluku akan tetap bersama NKRI, tapi kami juga harus diperlakukan adil,” ucapnya.

 

Gubernur Lewerissa mengapresiasi peran DPD RI dalam menjembatani aspirasi daerah dan berharap rekomendasi yang disampaikan tidak berhenti pada tataran administratif semata.

 

“Rekomendasi DPD mulai didengar, dan kami harap terus diimplementasikan. Ketika daerah bersuara, mohon pusat mendengar. Rakyat Maluku menunggu keadilan,” tutupnya.

 

Pernyataan Gubernur Maluku dalam forum ini menjadi penanda kuat bahwa tuntutan keadilan tata kelola pemerintahan daerah bukan sekadar formalitas, melainkan panggilan untuk membangun Indonesia yang inklusif.(MM-9)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *