AMBON,MM – Tindakan yang dilakukan oleh PT Moderen Multi Guna dengan menggembok sejumlah tempat usaha di Ambon Plasa (Amplas), berujung proses hukum.
Para pedagang yang merrasa dirugikan karena tutupnya tempat usaha mereka langsung melaporkan PT Moderen Multi Guna ke kepolisian sebagai perbuatan tindak pidana .
Hal ini disampaikan Joemycho R.E Syaranamual, SH., MH, Ketua Tim pengacara pedagang Amplas kepada wartawan di Ambon, Senin (8/7/2024).
Dikatakan, untuk melindungi kliennya, pihaknya telah melakukan pengaduan ke Polda Maluku , mengingat berdasarkan peraturan perundangan pemilik bangunan tersebut sudah memiliki sertifikat milik, bukan sewa. Dengan demikian, penggembokan tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana yang merugikan kliennya.
“Kami sudah melapor ke Polda Maluku, pada Senin 8 Juli 2024.”ungkapnya.
Syaranamual mengatakan, kliennya sedang berproses hukum untuk mendapatkan hak pengelolaan, sekaligus untuk mempertahankan hak milik, mengingat Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki oleh PT Moderen sudah habis masa waktunya, sementara kliennya telah memiliki sertifikat di atas lahan atau tanah negara
Lagi pula menurutnya lahan itu tidak dialihfungsikan dan bangunan-bangunan adalah milik para pedagang. Tindakan penggembokan lanjut Syaranamual, sudah menimbulkan kerugian pada kliennya..
“Soal pengelolaan yang dimaksudkan oleh Pemda itu hanya atas tanah, bukan terhadap bangunan yang berada di atas tanah negara itu. Karena, di tahun 1995 atau pada awal bangunan tersebut usai dibangun oleh PT.Modern Multi Guna, sudah dijual oleh perusahaan tersebut. Secara otomatis itu menjadi milik klien saya, sehingga tindakan penggembokan sepihak itu merupakan tindak pidana, karena memaksakan orang untuk tidak melakukan sesuatu , karena itu haknya orang untuk berjualan,”jelasnya.
Pihaknya juga sudah mengamankan gembok-gembok tersebut untuk dijadikan sebagai barang bukti, agar tidak dihilangkan.
Rencananya barang bukti itu akan diserahkan, setelah pemeriksaan awal dilakukan oleh pihak kepolisian sebagai tindak lanjut dari laporannya.
“Katong (Kita) tidak merusak, gemboknya masih ada ,”tukasnya.
Syaranamual juga menyebutkan, pemberitahuan penggembokan tidak melalui surat secara resmi . Saat pagi akan membuka toko, ternyata sudah digembok dan ditempelkan selebaran.
“Kalaupun hari ini pedagang menaruh harapan hidupnya di tempat itu, karena tempat tersebut telah menjadi milik mereka, harusnya pemerintah prioritaskan para pemilik tersebut, karena berbicara tentang hak pengelolaan maka, hak pengelolaan bangunan itu di atas tanah negara, cuma HPL itu dari negara diberikan kewenangan misalnya kepada Pemda, dengan demikian hanya terhadap tanah sedangkan bangunannya tidak.
Di sisi lain, kalaupun Pemerintah mau mengambil tanah kembali, harus mengganti rugi lahan dan bangunan para pedagang, karena sudah dalam bentuk jual beli,”paparnya.
Oleh sebab itu pihaknya menduga ada tindakan dari PT Modern Multi Guna, yang harusnya menyewakan bangunan, tetapi jangan dijual belikan karena HPL itu bisa hilang, musnah dengan adanya jual beli
“Karena jual beli itu dalam akta notaris mencakup pula hak atas tanah bersama di atas HGB itu. HGB boleh berakhir, sepanjang HGB itu adalah untuk kepentingan negara, untuk kepentingan masyarakat, untuk rakyat itu yang harus diutamakan,” tuturnya
Ia menegaskan gembok yang dipasang tersebut bukan dari pemerintah melainkan dari PT Modern Multi Guna. Padahal tidak ada putusan pengadilan yang memerintahkan untuk melakukan penggembokan. Selain itu, tidak ada putusan pengadilan tata usaha negara, tidak ada putusan pengadilan negeri yang meniadakan hak kepemilikan kliennya.
Dia menduga, gembok tersebut dipasang malam hari dan dilakukan secara diam-diam.
“Dengan adanya penggembokan yang dilakukan akibatnya tiga orang kliennya dirugikan kurang lebih 3 juta perhari untuk satu orang, karena penjualan saat ini lagi bagus. Dalam kondisi seperti ini, seharusnya pemerintah pro terhadap rakyat dan pedagang,”pungkasnya. (MM-3)