Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
DaerahHeadlineOpini

Dari Keterbatasan, Gereja Dilahirkan: Seruan Harapan dari Nukuhai-Pasinalo

17
×

Dari Keterbatasan, Gereja Dilahirkan: Seruan Harapan dari Nukuhai-Pasinalo

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Nukuhai-Pasinalo, MM. – Di tengah rimbun pepohonan dan jalan tanah yang membelah dua desa kecil di Klasis Taniwel, Seram Bagian Barat, ada sebuah rumah ibadah yang masih berdiri dalam wujud mimpi, belum rampung, tetapi jauh dari kata menyerah. Itulah Gereja Solafide, tempat yang sejak bertahun-tahun lalu menjadi kerinduan terdalam Jemaat GPM Nukuhai-Pasinalo.

 

Perencanaan pembangunannya dimulai pada 2021, dengan harapan sederhana, memiliki rumah Tuhan yang layak, yang bisa menampung persekutuan dua desa yang selama ini selalu penuh sesak di gedung lama. Namun, perjalanan mewujudkannya tidak dengan jalan mulus. Jemaat kecil ini hanya punya semangat, dan iman.

 

Pada 2022, Majelis Jemaat mengambil langkah yang lebih besar dari ukuran kemampuan mereka. Dengan hati-hati, mereka melakukan pendekatan kepada keluarga Hanok Laka, pemilik lahan yang kelak menjadi lokasi gereja. Bukan hal mudah. Tetapi Tuhan bekerja lewat kebaikan hati. Terjadi pertukaran lahan, dan sejak itu, cerita pembangunan Solafide mulai ditulis dengan tinta harapan.

 

Hingga akhirnya, pada 30 Juni 2023, suara doa bergema dan air mata syukur mengalir ketika jemaat berkumpul untuk meletakkan batu penjuru. Sebuah awal yang sederhana, namun penuh makna. Hari itu, bukan hanya batu yang diletakkan, tetapi juga mimpi, mimpi untuk memiliki rumah ibadah yang dapat mereka banggakan.

 

Dua Tahun Lebih Berjuang

 

Ketua Majelis Jemaat GPM Nukuhai-Pasinalo, Pdt. Ronald Selano mengingat waktu yang telah berlalu. Ia tersenyum sambil berkata, “Sampai tahun 2022, katong sudah dua tahun di dalam proses pekerjaan pembangunan gereja.”

 

Kerja bakti dilakukan berulang. Tangan-tangan tua dan muda bekerja bersama, mengangkut pasir, memikul semen, membersihkan lahan, semua dilakukan tanpa bayaran, hanya dengan kasih dan kerelaan.

 

Namun, bangunan seluas 43 meter panjang dan 22 meter lebar, tentu membutuhkan biaya besar. Dari rancangan, estimasi anggaran mencapai Rp10 miliar. Jumlah yang terlalu besar untuk jemaat yang kecil.

 

 

Ketua Majelis menghela napas, sebelum melanjutkan “Kalau katong sendiri, tidak mungkin bisa. Biayanya terlalu besar. Katong butuh bantuan dari banyak orang.”

 

Ada kejujuran sekaligus keikhlasan dalam kalimat itu. Jemaat Nukuhai-Pasinalo bukan meminta kemewahan, mereka hanya ingin rumah Tuhan berdiri layak. Mereka telah memberikan apa yang mereka punya, waktu, tenaga, tetapi pembangunan masih jauh dari selesai.

 

Di titik inilah, mereka membuka pintu yang lebih luas, berharap bahwa hati orang-orang yang terpanggil akan ikut membantu.

 

Sentuhan Kecil yang Berarti Besar

 

Pendeta Lily Picanusa, yang hadir dalam kegiatan Koinonia beberapa waktu lalu, menyaksikan sendiri kondisi gereja yang tengah dibangun. Ia melihat dinding yang belum tertutup, fondasi yang masih memerlukan banyak kerja, dan atap yang belum terpasang sepenuhnya.

 

Dengan nada lembut ia berkata “Masih banyak yang perlu diusahakan. Masih banyak yang membutuhkan uluran tangan.”

 

Pendeta dari Jemaat Rehoboth ini percaya bahwa berkat tidak selalu datang dari kelimpahan. “Bantuan bukan hanya dari kelebihan. Dari kecukupan juga punya nilai paling besar.”

 

Kata-kata itu mengalir seperti penghiburan dan ajakan, bahwa bahkan bantuan kecil dapat menjadi pilar besar bagi orang lain.

 

Lebih dari Sekadar Bangunan

 

Gereja Solafide bukan hanya akan menjadi gedung baru. Ia akan menjadi Tempat anak-anak belajar firman, Ruang penghiburan bagi keluarga yang berduka, Arena pembinaan generasi muda, Rumah bagi persekutuan dua desa, dan lebih dari itu, ia akan menjadi simbol bahwa ketika manusia bergandengan, pekerjaan besar bisa diwujudkan.(MM-9)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *