AMBON,MM. – Pemerintah Provinsi Maluku mengambil langkah strategis dan tegas untuk menyudahi praktik pertambangan ilegal di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru. Aktivitas pertambangan emas illegal di kawasan tambang Gunung Botak yang tidak terkendali, telah menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan, dan rawannya tindak kekerasan.
Menyikapi kondisi tersebut, Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa telah memimpin rapat teknis lintas lembaga, yang berlangsung di Kantor Gubernur, Rabu (30/7/2025). Rapat dihadiri Kapolda Maluku Irjen Pol Eddy Sumitro Tambunan, Kabinda Maluku, Marsekal Pertama (Marsma) R. Harys Soeryo Mahendro, Kasdam XV/Pattimura dan Kejaksaan Tinggi Maluku, yang menghasilkan komitmen pembentukan Tim Terpadu Penertiban Gunung Botak.
Usai rapat, Gubernur Lewerissa menyampaikan bahwa 70 persen penambang ilegal (PETI) telah meninggalkan kawasan Gunung Botak , berkat operasi lapangan Polda Maluku. Namun Ia menyebutkan, sekitar 30 persen penambang masih bertahan, dan kini menjadi fokus lanjutan penertiban.
“Saya tidak mau penertiban ini hanya bersifat temporer. Kalau hanya bersifat sesaat, lalu kembali lagi, untuk apa? Negara harus hadir, tertibkan, dan pastikan tidak ada ruang untuk main-main,” tegasnya.
Menurutnya, rapat teknis ini menghasilkan komitmen pembentukan Tim Terpadu Penertiban Gunung Botak, yang melibatkan TNI AD, AU, AL, BIN, Kejaksaan, Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kabupaten Buru. Tim ini akan bekerja berdasarkan SK Gubernur dan akan mendapat dukungan anggaran dari APBD.
Pemerintah juga akan melibatkan Imigrasi, menyusul dugaan keberadaan Warga Negara Asing (WNA) yang ikut terlibat sebagai penambang, penyuplai, dan penadah ilegal.
“Saya minta Imigrasi tidak tinggal diam. Kalau ada WNA yang berseliweran di sana, kita harus tertibkan,”tegasnya.
Lebih lanjut, kata Gubernur, dalam waktu dekat akan diluncurkan call center khusus untuk menerima laporan dari masyarakat, terutama jika ada indikasi penggunaan bahan berbahaya seperti merkuri dan sianida di kawasan tambang.
Sebanyak 10 koperasi legal yang sudah mengantongi izin, menurut Gubernur, belum bisa langsung beroperasi.
“Kami harus pastikan dulu batas wilayah masing-masing dan kondisi sudah benar-benar tertib. Tidak bisa masuk sembarangan,” ujarnya.
Dalam arahannya, Gubernur juga menekankan pentingnya menghormati hak-hak masyarakat adat yang memiliki ulayat atas tanah Gunung Botak, sembari menegaskan bahwa negara sebagai pemegang kuasa pertambangan tetap bersandar pada amanat Pasal 33 UUD 1945.
“Negara tidak boleh kalah. Tapi negara juga harus adil. Sumber daya alam harus bermanfaat untuk rakyat, terutama yang punya tanah, tapi juga untuk negara,” pungkasnya.
Langkah ini merupakan upaya lanjutan dalam upaya penataan Gunung Botak, dari zona konflik menjadi zona tertib, dari lahan liar menjadi kawasan legal yang diatur dan diawasi negara demi masa depan Buru yang lebih bersih, aman, dan bermartabat.(MM-9)