Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
AmboinaHeadlinePendidikan

Akhiri Tutorial Bahasa Inggris Bagi  Kelas Disabilitas, Patrick Tuasela Harap Mereka Bisa Masuk Bursa Kerja Dunia Usaha dan Pemerintah

94
×

Akhiri Tutorial Bahasa Inggris Bagi  Kelas Disabilitas, Patrick Tuasela Harap Mereka Bisa Masuk Bursa Kerja Dunia Usaha dan Pemerintah

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

AMBON,MM. – Tenaga Pengajar atau tepatnya Tutor kelas Bahasa Inggris Penyandang Disabilitas yang dikelola oleh Cafe Bahasa Basudara Ambon, Patrick E. Tuasela, M.Pd

Dosen Bahasa Inggris di FKIP Unpatti Ambon mengatakan kelas yang barusan selesai ditanganinya ini berasal dari kelompok penyandang Disabilitas yang berbeda sehingga pendekatannya juga tentu berbeda pula.

 

Ada kelompok tunarungu dan juga ada kelompok Grahita, atau lebih tepatnya tunagrahita, adalah istilah yang digunakan untuk kondisi seseorang yang mengalami keterbelakangan mental atau disabilitas intelektual. Kondisi ini ditandai dengan kemampuan intelektual dan kognitif yang berada di bawah rata-rata, sehingga individu mengalami kesulitan belajar, berkomunikasi, dan memecahkan masalah.

 

Dan ada pula peserta kelas yang baik secara intelektual dan pendengarannya pun baik akan tetapi dia mengalami cacat fisik. Oleh sebab itu menurut Tuasela, atau lebih akrab disapa dengan sapaan kaka Patrick ini, pendekatan menjadi tutor bagi kelompok ini atau kelas ini haruslah mencari pola untuk bisa menyesuaikan agar semua kebutuhan kelompok ini bisa diakomodir dan semua pada akhirnya merasa nyaman.

 

Dengan kata lain tidak hanya memenuhi kebutuhan peserta yang tunarungu saja akan tetapi juga mencakup mereka yang Grahita maupun cacat Fisik juga sehingga keinginan belajar mereka bisa terjawab.

Selain itu tantangan lain yang mesti diatasi adalah bagaimana caranya membuat sehingga anak-anak yang tidak bisa dengar dan tidak bisa bicara itu bisa memahami bahasa Inggris itu seperti apa?

 

“Dan untuk mengatasi tantangan itu mau dan seng (tidak) mau Beta (saya) harus belajar juga dong (mereka) punya bahasa.”ujar Patrick sembari menambahkan dengan sendirinya iapun belajar hal baru juga tentang bahasanya penyandang Disabilitas dan belajar juga untuk menyesuaikan dengan mereka sehingga setidaknya mereka bisa membunyikan bunyi dalam bahasa Inggris walaupun tidak sempurna tetapi setidaknya menyerupai atau mendekati.

 

 

Selain itu Kaka Patrick juga menjelaskan jika dalam berproses belajar dan mengajar dengan penyandang disabilitas adalah harus berusaha menjaga motivasi belajar mereka sehingga bagaimana tidak membuat mereka stres tetapi sebaliknya pembelajaran ini membuat mereka lebih termotivasi bahwa mereka tahu dan menguasai bahasa Inggris itu menjadikan mereka memperoleh peluang yang lebih baik bagi mereka ke depannya.

 

Disamping peserta disabilitas bisa menyadari bahwa kesempatan lain bisa terbuka karena mereka punya kecakapan di bidang yang lain, salah satunya adalah mereka memiliki kecakapan dalam berbahasa asing dan salah satunya adalah bahasa Inggris. Meskipun demikian Patrick mengakui adanya perbedaan mendasar antara mengajar di kampus bagi mahasiswa yang normal pendengaran maupun percakapan ketimbang bagi para penyandang Disabilitas, terutama untuk mereka yang bisu dan tuli terutama soal bunyi dalam bahasa Inggris yang tentu saja berbeda dengan kelas Disabilitas ini.

 

Kepada wartawan Patrick menjelaskan jika disamping ada perbedaan antara mahasiswa di kampus dan kelas Disabilitas saat ini namun ada ada pula persamaannya yakni untuk mahasiswa di kampus itu datang juga dari latar belakang yang berbeda dan di kampus terutama prodi yang diajarkannya terdapat satu mahasiswa yang mengalami cacat secara fisik dimana dia dilahirkan tanpa salah satu lengan dan secara umum daya serap para mahasiswa juga berbeda-beda tetapi bagaimana menjaga ritme mahasiswa untuk tetap semangat belajar itu pun diterapkannya bagi kelas Penyandang Disabilitas yang diajarkannya saat ini.

 

“Hal yang sama juga tentunya Beta terapkan di sini. Dengan latar belakang pembelajaran yang berbeda, dengan motivasi belajar yang berbeda.”jelas Kak Patrick sambil menyimpulkan bahwa belajar di kedua komunitas yang berbeda ini tentu saja ada yang berbeda akan tetapi ada pula persamaannya.

 

Selaku dosen yang telah berproses selama dua bulan dengan para penyandang Disabilitas ini dirinya menilai para Disabilitas yang ada dalam kelas ini memiliki motivasi dan semangat yang sangat tinggi. Ia berharap mereka terus lagi belajar jika ada kesempatan sehingga ke depan bisa memperoleh pekerjaan baik di dunia usaha maupun swasta dan pemerintah lainnya sehingga meningkatkan kualitas hidup mereka dan sesuai pula dengan regulasi yang saat ini cukup memberikan ruang dan kesempatan bagi penyandang Disabilitas.(MM-3)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *