BURU, MM. – Keluarga besar ahli waris Nurlatu telah mengirimkan pernyataan tegas kepada Pemerintah Provinsi Maluku, meminta pencabutan izin Hak Kekayaan Intelektual (IPR) operasional kepada sepuluh koperasi yang berjalan di wilayah Pulau Buru. Permintaan ini muncul karena konflik hak lahan dengan pemilik lahan asli dan orang adat belum menemukan penyelesaian yang memuaskan.
Pernyataan tersebut disampaikan Wider Nurlatu kepada media pada hari Selasa (9/12/2025). Ia menjelaskan bahwa pihak ahli waris, pemilik lahan asli, dan orang adat yang mewakili 24 suku serta 24 marga di Pulau Buru telah lama menunggu penyelesaian masalah hak atas tanah dan lahan adat mereka, tetapi hingga saat ini belum ada kemajuan.
“Kami menghimbau Pemerintah Provinsi Maluku segera mengambil langkah tegas dengan mencabut izin IPR kepada 10 koperasi tersebut,” tegas Wider. Menurutnya, selama ini tidak ada upaya nyata dari koperasi maupun pemerintah untuk menyelesaikan konflik tersebut.
“Tanpa kesepakatan yang jelas dengan pemilik lahan dan orang adat, operasional koperasi itu tidak dapat diterima dan berpotensi menimbulkan masalah yang lebih besar di masa depan,” tambahnya.
Selain menuntut pencabutan izin, keluarga ahli waris Nurlatu juga menyampaikan harapan bersama dengan seluruh masyarakat adat Pulau Buru. Mereka berharap pada tahun 2026, Pemerintah Provinsi Maluku segera memberikan izin IPR kepada 58 koperasi baru yang telah dibentuk oleh 24 marga di pulau tersebut.
“Warga adat dari 24 marga telah selesai memproses pembentukan 58 koperasi baru, dan semua telah mengajukan izin IPR kepada Pemerintah Provinsi serta Bapak Gubernur,” ujar Wider.
Ia menambahkan, pemberian izin IPR kepada koperasi adat ini bertujuan agar masyarakat dapat bekerja secara sah dan berbadan hukum di lahan adat mereka, serta menghindari konflik hak lahan seperti yang dialami oleh sepuluh koperasi sebelumnya. (MM10)

















