Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
DaerahEkonomiHeadline

Gubernur Lewerissa : Negara Harus Hadir dan Adil Bagi Daerah Kepulauan

17
×

Gubernur Lewerissa : Negara Harus Hadir dan Adil Bagi Daerah Kepulauan

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

JAKARTA, MM. – Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, S.H., LL.M., menegaskan pentingnya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Daerah Kepulauan sebagai langkah strategis negara untuk menghadirkan keadilan bagi provinsi-provinsi yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan dan pulau-pulau kecil.

 

Pernyataan itu disampaikan saat Lewerissa memenuhi undangan Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI, yang saat ini tengah membahas RUU Daerah Kepulauan sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

 

Rapat berlangsung di Ruang Sriwijaya, Gedung B DPD RI, Rabu (05/11/2025), dihadiri pula oleh Gubernur Sulawesi Tenggara, serta sejumlah kepala daerah dari wilayah maritim lainnya seperti Kepulauan Anambas dan Lombok Tengah.

 

Suara Keadilan dari Timur

 

Dalam kesempatan itu, Gubernur Lewerissa tampil lugas menyampaikan pandangan bahwa perjuangan melahirkan RUU Daerah Kepulauan adalah bentuk koreksi terhadap ketimpangan pembangunan nasional.

 

Menurutnya, daerah kepulauan selama ini belum memperoleh alokasi anggaran dan perlakuan kebijakan yang seimbang dengan tantangan geografis yang dihadapi.

 

“Kami tidak menuntut keistimewaan, tapi keadilan. Negara harus memahami bahwa penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kepulauan memiliki biaya dan kompleksitas yang jauh lebih tinggi dibanding daerah daratan,” ujar Lewerissa.

 

Ia menambahkan, Maluku sebagai provinsi dengan lebih dari seribu pulau menghadapi kesulitan besar dalam membangun infrastruktur dasar, pendidikan, dan kesehatan karena terbatasnya konektivitas antarwilayah.

 

“Bayangkan, untuk menyalurkan bantuan ke pulau-pulau kecil saja, kami harus menempuh perjalanan berjam-jam, bahkan menunggu cuaca baik. Ini realitas yang tak bisa diabaikan dalam sistem keuangan negara,” lanjutnya.

 

Gubernur Hendrik juga menyinggung bahwa perjuangan ini merupakan kelanjutan dari Deklarasi Juanda 1957, tonggak sejarah yang menegaskan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state).

 

Namun, menurutnya, hingga kini konsep negara kepulauan belum sepenuhnya diterjemahkan dalam kebijakan fiskal dan tata kelola pemerintahan nasional.

 

“Kita sudah diakui dunia sebagai negara kepulauan, tetapi belum mengatur secara adil bagaimana daerah kepulauan mendapatkan hak pembangunan yang proporsional,” tegasnya.

 

RUU Daerah Kepulauan, kata dia, menjadi momentum penting untuk mewujudkan kemandirian dan pemerataan pembangunan berbasis gugus pulau.

 

Selain itu, RUU ini diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi optimalisasi ekonomi biru, konservasi laut, dan perlindungan masyarakat pulau kecil.

 

Usulan Konkret dari Maluku

 

Dalam forum tersebut, Lewerissa juga menyampaikan beberapa usulan pokok yang perlu dimasukkan dalam draf RUU, antara lain:

 

Kewenangan kelautan provinsi hingga 24 mil laut, berbasis gugus pulau. Dana Alokasi Khusus Kepulauan (DAK-K) yang bersifat wajib dan berkelanjutan, minimal 1% dari total dana transfer ke daerah. Penyusunan Rencana Induk Gugus Pulau yang menjadi dasar perencanaan lintas sektor, termasuk konektivitas laut, udara, dan logistik perbatasan.

 

Percepatan pembangunan infrastruktur transportasi antar pulau, terutama untuk mendukung layanan pendidikan dan kesehatan di daerah terisolir.Pendirian pusat riset dan universitas maritim di Maluku untuk memperkuat kapasitas sumber daya manusia bidang kelautan, perikanan, dan mitigasi perubahan iklim.

 

Selain itu, Pemprov Maluku juga mengusulkan perubahan nomenklatur daerah dalam lampiran RUU agar disesuaikan dengan ketentuan terbaru, seperti mengganti “Kabupaten Maluku Tenggara Barat” menjadi Kabupaten Kepulauan Tanimbar, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 2 Tahun 2019.

 

Tantangan Regulasi dan Dukungan Pusat

 

Menurut sejumlah pengamat kebijakan daerah yang hadir, pembahasan RUU Daerah Kepulauan sesungguhnya sudah lama menjadi aspirasi bersama antara DPD RI dan pemerintah daerah di wilayah timur Indonesia. Namun, pembahasan kerap tertunda karena perbedaan persepsi antara kementerian terkait dan belum adanya kesepakatan final mengenai skema pendanaan khusus daerah kepulauan.

 

Meski demikian, Gubernur Lewerissa optimistis bahwa momentum politik kali ini berbeda. Ia menyebut, dukungan dari Kementerian Hukum melalui Wakil Menteri Prof. Edward Omar Sharif Hiariej menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah pusat mulai membuka ruang dialog lebih serius.

 

“Kami melihat ada semangat baru di pusat. Pemerintah sudah mulai memahami bahwa daerah kepulauan adalah aset strategis nasional, bukan beban pembangunan,” kata Lewerissa.

 

Harapan dari Maluku untuk Indonesia

 

Bagi Maluku, perjuangan ini bukan semata-mata soal tambahan dana atau kewenangan administratif, tetapi tentang pengakuan dan keberpihakan negara terhadap daerah yang membentuk wajah maritim Indonesia.

 

“Negara ini berdiri di atas laut dan pulau-pulau. Jadi sudah sepatutnya laut tidak lagi dipandang sebagai pemisah, tetapi sebagai penghubung peradaban,” pungkasnya.

 

Dengan dorongan kuat dari daerah-daerah maritim seperti Maluku, NTT, Sultra, dan Kepulauan Riau, diharapkan RUU Daerah Kepulauan dapat disahkan pada 2025, sebagai landasan hukum baru yang meneguhkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang berkeadilan dan berdaulat di lautnya sendiri.(MM-9)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *