Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
AmboinaHeadline

Tindakan Danramil Nusaniwe di OSM Dinilai Permalukan Institusi TNI, Pangdam Diminta Tegur Bawahannya

94
×

Tindakan Danramil Nusaniwe di OSM Dinilai Permalukan Institusi TNI, Pangdam Diminta Tegur Bawahannya

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

AMBON,MM. – Menyusul tindakan oknum Komandan Rayon Militer (Danramil) 1504/06 Nusaniwe, Kapten Inf Vicodey Andreas, yang diduga membongkar papan pelarangan di kawasan OSM, dinilai sebagai perbuatan arogan yang mencoreng nama baik Tentara Nasional Indonesia (TNI).

 

Hal tersebut disampaikan Semi Waeleruny, salah satu pengacara senior di Maluku khususnya di Kota Ambon, saat ditemui wartawan di kediamannya, Jumat (31/10/2025).

 

“Terhadap kegiatan seperti itu, beta minta agar Pangdam menegur bawahannya supaya jangan bikin sesuatu yang mempermalukan nama tentara,” tegas Waeleruny sembari menambahkan jika aksi pembongkaran papan pelarangan tersebut bukan hanya melanggar etika hukum, tetapi juga merusak citra TNI di tengah masyarakat.

 

Menurutnya, pada tingkat Maluku, yang bertanggung jawab pastinya adalah Pangdam XV/Pattimura. Patutlah Pangdam menegur bawahannya sehingga tidak lagi mengambil langkah-langkah seperti itu,

 

Waeleruny menjelaskan, kasus sengketa tanah di kawasan OSM sudah pernah diperkarakan pada tahun 2013, ketika 97 kepala keluarga menggugat Pangdam terkait aktivitas Angkatan Darat yang dinilai mengganggu dan memaksa warga meninggalkan tempat tinggal mereka.

 

“Waktu itu kami ajukan gugatan, dan ternyata Pangdam juga mengajukan gugatan balik atau gugatan rekonvensi,” jelasnya.

Namun, menurut Waeleruny, hasil dari gugatan tersebut adalah kedua gugatan baik konvensi maupun rekonvensi
sama-sama ditolak oleh pengadilan.

 

“Jadi Pangdam tidak punya hak apa pun terhadap tanah di OSM itu,” tegasnya. “Yang punya hak adalah pemilik dati, yaitu dati Kudamati.”

Waeleruny menegaskan, dalam persidangan sebelumnya terbukti bahwa bukti kepemilikan Kodam terhadap tanah di OSM tidak kuat.

 

Bahkan, dalam kesaksian saksi fakta Ely Soplely dan saksi ahli Prof. Roni Titahelu, terungkap bahwa penguasaan tanah oleh militer kala itu dilakukan melalui cara okupasi (perampasan).

“Dari kesaksian saksi Ely Soplely dijelaskan bahwa pada tahun 1958, saat tentara masuk, banyak sekali terjadi pembunuhan terhadap masyarakat,” ungkapnya.

 

Sedangkan saksi ahli Prof. Roni Titahelu menjelaskan, kalau disebut okupasi, itu tidak bisa dianggap sah hanya karena waktu yang sudah lama berlalu. Sekalipun 100 atau 200 tahun, tetap salah,.

Selanjutnya Waeleruny menjelaskan jika dalam putusan di tingkat banding Kodam sendiri menarik kembali gugatannya yang diajukan, sehingga putusan pengadilan sebelumnya memiliki kekuatan hukum tetap.

 

“Jadi keputusan itu final. Dan itu hanya berlaku untuk tanah di OSM, bukan di tempat lain,” tegasnya.

Waeleruny kemudian menjelaskan jika kawasan Asrama TNI di OSM dulunya adalah sekolah maritim milik Belanda, bukan milik Kodam.

 

“Wilayah OSM masuk dalam salah satu dusun dati dari 20 potong Dusun Dati milik keluarga Alfons,” ujarnya.

Atas dasar itu, ia menilai tindakan Danramil Nusaniwe yang mengklaim tanah tersebut sebagai milik TNI dan membongkar papan pelarangan merupakan pelanggaran terhadap hukum dan putusan pengadilan.

 

“Kalau Danramil bilang itu berkaitan dengan tanah di Kesia, itu penipuan,” pungkas Waeleruny.(MM-3)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *