AMBON, MM. – Salah satu tokoh Maluku, Dr. Mr. Christiaan Steven Robert Soumokil seolah terlupakan oleh Bangsa Maluku. Namun, rekam jejak panjang Dr. Chris Soumokil tidak mudah tehapus oleh sejarah. Kesetiaan terhadap cita-cita, prinsip dan pembelaannya terhadap kepentingan Maluku membalikkan karir mentereng Dr. Chris Soumokil. Tapi, berbagai godaan karir dan kemewahan ditinggalkan dan memilih berjuangan untuk rakyat Maluku.
Bukan rahasia banyak yang sinis dengan kiprah Dr. Soumokil di Maluku Selatan, tetapi di dalam hati dengan ketertinggalan dan kemiskinan Maluku di atas kekayaan alamnya, mungkin akan menjadi titik untuk merenung: jangan-jangan memang Dr. Soumokil yang benar untuk memastikan orang Maluku sebagai bangsa yang mampu berdiri di atas kaki sendiri, tetapi rupanya ada yang di alam bawah sadarnya memelihara bibit kolonialisme yang dilawan generasi Maluku, seperti Thomas Matulessy dan kawan-kawan atau bahkan generasi di atas Thomas Matulessy.
Tetapi, sejarah diplintir seolah Thomas Matulessy berjuang untuk sebuah bangsa dari Sabang sampai Merauke yang mungkin saja asing, termasuk nama Indonesia itu sendiri yang tidak dikenal pada masanya.
Dr. Chris Soumokil merupakan seorang ahli hukum dari Universitas Leiden dengan menggondol gelar doktor hukum. Hal itu menyebabkan Dr. Soumokil selalu menjadi tokoh penting di Negara Indonesia Timur. Sebagai ahli hukum, terlalu gegabah untuk memandang rendah pemahaman hukum Dr. Soumokil dalam konteks bernegara termasuk hak untuk menentukan nasib sendiri, sehingga Dr. Soumokil tidak akan gegabah untuk memperjuangkan Maluku Selatan jika memang tidak memiliki pijakan hukum yang kuat. Tapi, Dr. Soumokil tidak kalah dalam sikap pantang menyerah dan kesetiaan sampai akhir hayat untuk Maluku yang dicintainya.

Tidak banyak yang mengetahui seperti apa figure Dr. Chris Soumokil, sehingga melalui tulisan pendek ini dengan berbagai sumber, penulis berusaha menarasikan latar belakang keluarga Dr. Chris Soumokil.
Dia memiliki nama lengkap Christiaan Steven Robert Soumokil memerupakan pria berdarah Negeri Booi, Pulau Saparua, Maluku. Negeri Saparua ini merupakan sebuah wilayah yang berada di pesisir pantai Saparua. Pemukiman di negeri ini tampak apik, tenang dan tertata bagus. Tak heran karena kebanyakan warga negeri Booi memiliki keahlian dalam pertukangan.
Leluhur Chris Soumokil memiliki nama Maramua Soumokil. Maramua memiliki seorang putera tunggal yang dinamai Thomas Soumokil. Kemudian Thomas Soumokil memiliki tiga putera yakni Pieter Soumokil, Frans Soumokil dan Dominggus Soumokil. Selanjutnya, keturunan Frans Soumokil memiliki empat orang anak, yang terdiri dari tiga putera dan seorang putri, yakni Petrus Soumokil, Karolis Soumokil, Romelos Soumokil dan Sepina.
Dari garis keturunan Romelos Soumokil memiliki tiga putera, yakni Elias Soumokil, Balthazar Soumokil dan Christoffel Soumokil. Baltahazar Soumokil ini yang merupakan Kakek Chris Soumokil memiliki tiga putera yakni Robert Elias Soumokil, Johan Lodewijk Soumokil dan Amelius Thomas Soumokil yang merupakan ayah dari Chris Soumokil.
Meski memiliki darah Maluku, tetapi Chris Soumokil tidak pernah menghabiskan masa kecil di Maluku, karena kakeknya Balthazar Soumokil merupakan orang terdidik yang sudah mengecam pendidikan cukup baik pada masa itu. Nama Soumokil merupakan nama salah satu mata rumah di Negeri Booi, Pulau Saparua. Sebab, di Negeri Booi terdapat sejumlah mata rumah.
Kalau menelusuri sejarah, persentuhan orang Maluku dengan Bangsa Eropa sudah berlangsung sejak tahun 1512 ketika pelaut Portugis mencapai Maluku dalam upaya pencarian negeri sumber rempah-rempah yang memiliki nilai jual tinggi di Eropa pada masa itu. Persentuhan dengan Eropa ini tidak mengherankan kalau orang Maluku memiliki sumber daya yang sangat berkualitas pada itu, karena sudah lama bersentuhan dengan peradaban barat.
Selain dari Ambon, Haruku, Nusa Laut, juga ada banyak orang Saparua yang sudah menjalani dan mengenal kehidupan Eropa sesuai dengan pendidikan Eropa. Jadi, tidak heran kalau pada tahun 1817 terjadi perlawanan sengit terhadap Belanda di Kepulauan Lease yang berpusat di Pulau Saparua, sehingga dikenal nama-nama Thomas Matulessy, Kapitan Paulus Tiahahu, Said Parenta, Anthoni Rhebok, Philip Latumahina dan Christina Martha Tiahahu yang merupakan para pemimpin dalam perang tahun 1817.
Kembali kepada kakek Chris Soumokil, Balthazar Soumokil memulai karir sebagai guru pada 1859 di Ambon. Pengangkatan sebagai guru sekolah dasar kedua sesuai dengan keputusan Komisi Utama Pendidikan di Hindia Belanda pada periode dari 1 Juli 1858 sampai sampai Maret 1859.
Karir Balthazar Soumokil sebagai pendidik yang baik juga menyebabkan dirinya dipercaya sebagai asisten guru bagi siswa kelas empat Sekolah Dasar Kedua bersama . A.H.van Gent pada tahun 1865. Hanya saja, Balthazar tidak melanjutkan karya di bidang pendidikan, karena berbelok menjadi seorang militer dengan menyandang pangkat sersan mayor. Karir militer juga terkesan mulus, karena pada 8 Juni 1868, Balthazar Soumokil mendapat promosi dari Sersan Mayor menjadi Letnan Dua. Kemudian pada tahun 1874, Balthazar Soumokil mendapat promosi kenaikan pangkat menjadi Letnan Satu.
Dari dinas militer di Ambon, Balthazar Soumokil ditugaskan sebagai posthouder di Larat, Pulau Sera, di Tanimbar (sekarang Maluku Barat Daya) sekitar tahun 1882. Ketika sedang bertugas sebagai Posthouder Sera, Kepulauan Tanimbar ini, status kependudukan Balthazar Soumokil disetarakan dengan penduduk Eropa. Penyetaraan dengan penduduk Eropa itu sesuai dengan No 212 Ordonnantie Nomor 212 tanggal 28 Augustus 1883. Selain Balthazar, dalam ordonnatie ini juga terdapat nama Frederik Pietersz (Banyuwangi); Simon Frederik Latumahina (Saparua); Willem Frederik Alexander Berhitoe (Banda-Neira); Frans Marcus Lekemahoe (Banda-Neira); Adolf Daniel Christiaan Pietersz (Gisser, Amboina); Jacob Mesak Lewarissa (Batavia); Wilhelmus Hendrikus Samuel (Banjarmasin); Benyamin Anderas Hermanus Hetharia (Batavia) dan Willem Frederik Engko (Batavia).
Tetapi jabatan posthouder hanya dijalani selama beberapa tahun karena pada tahun 1884, posisi Balthazar Soumokil digantikan D. M. Westplat sebagai posthouder yang baru. Kelihatannya, Balthazar sangat menikmati masa dinas di Tanimbar, sehingga pada tahun 1887, Balthazar Soumokil dia mengajukan permhonan agar ditugaskan kembali sebagai posthouder di Sera.
Tetapi, rupanya keinginannnya tidak terwujud, karena kecakapannya dibutuhkan di Pulau Jawa, sehingga Balthazar Soumokil dipindahkan ke Jawa. Sebab, Balthazar Soumokil ternyata bukan hanya terampil sebagai guru dan militer, tetapi juga sangat ahli dalam tata laksana administrasi dan pengarsipan.
Balthazar Soumokil berpindah ke Jawa Tengah, karena mendapat tugas untuk merapikan dan menata arsip di Kantor Residen Pekalongan. Kemudian, setelah arsip di Pekalongan beres, dia mendapat penugasan baru pada Juli 1891, dia ditempatkan di Kantor Residen Madura dengan masa tugas selama tuga bulan, dengan tugas khusus untuk menertibkan arsip Kantor Asisten Residen Bangkalan.
Hanya saja, tumpukan arsip yang dirapikan sangat banyak dan tenggat waktu selama selama tiga bulan di Bangkalan dan Sumenep tidak memadai untuk membereskan semua arsip. Untuk itu, masa tugas diperpanjang lagi selama satu pada Desember 1891.
Balthazar Soumokil merupakan sosok sederhana tetapi sangat ahli dalam mengorganisasikan arsip yang berantakan. Praktis tidak ada yang luput dari perhatiannya yang tajam dan dengan kesabaran yang luar biasa, Balthazar Soumokil sangat cermat dalam mengelompokkan berbagai arsip sesuai dengan subjek yang sama dan membentuk suatu kesatuan yang utuh.
Setelah arsip di Bangkalan dan Sumenep dirapikan, Balthazar Soumokil juga diminta untuk merapikan arsip di Tegal di bawah pengawasan Residen Tegal, karena diketahui arsip di Tegal sangat berantakan dan sangat menyedihkan.
Dengan kecermatan dan penataan arsip yang sangat baik menyebabkan sejumlah pihak yang telah merasakan hasil kerja Balthazar Soumokil sangat berharap agar Balthazar Soumokil mendapat apresiasi dalam jabatan yang layak sesuai dengan jasanya dalam mengatur dan menata arsip di berbagai tempat.
Meskipun masih berstatus militer aktif, tampak kalau B. Soumokil sibuk dengan urusan arsip di beberapa kantor residen. Sebab, pada Maret 1895, B. Soumokil kembali ditugaskan berada di bawah Residen Jepara selama enam bulan untuk membereskan arsip di Kantor Residen Jepara.
Dari Jepara, B. Soumokil ditugaskan di Kantor Residen Pati pada Mei 1897 dengan gratifikasi sebesar 250 gulden sebagai penghargaan atas jasa membenahi arsip di Residen Pati. Namun, karena waktu yang relative pendek, sehingga masa kerja di Residen Pati diperpanjang selama enam bulan lagi pada Oktober 1897.

Jadi, selama menjalani masa dinas untuk membenahi arsip di berbagai karesidenan, sebenarnya B. Soumokil berdinas sebagai klerk di Departement van Binnenlandsch Bestuur (Departemen Dalam Negeri) sampai dengan memasuki masa Januari 1898.
Bahkan, setelah pensiun, B. Soumokil yang dikenal sebagai spesialis arsip juga masih aktif untuk membenahi arsip di Kantor Residen, seperti pada tahun 1902, B. Soumokil masih diminta untuk membenahi arsip di Kantor Residen Semarang dengan gaji sebesar 5 gulden per hari.
Balthazar Soumokil meninggal pada 3 November 1924 dalam usia 82 tahun, sehingga Balhazar Soumokil diperkirakan kelahiran tahun 1842. Namun, pada April 1903, B. Soumokil yang saat itu bermukim sementara di Rembang menambahkan nama Redefaam Griek, sehingga namanya ditulis B. Soumokil Redefaam Griek.
Dia memiliki tiga orang anak, yakni R.E. Soumokil, J.L. Soumokil. Pada tahun 1924 keduanya tinggal di Weltevreden, serta Amelius Thomas Soumokil pada tahun 1924 bermukim di Semarang. JL Soumokil merupakan pegawai di Departemen Kehakiman yang disetarakan dengan orang Eropa pada 31 Juli 1889 , sesuai keputusan Nomor 12 Staatblad Nomor 184. Sedangkan, RE Soumokil merupakan ambtenar yang juga pernah berdinas di Madura.
Sementara itu, A. Th. Soumokil merintis karir sebagai pegawai di Kantor Layanan Pos dan Telegrafi. Pada tahun 1902, Th. Soumokil merupakan commies kelas 3 di Pos dan Telegrafi. Ketika bekerja di Pos dan Telegrafi ini, A. Th. Soumokil mempersunting seorang gadis Indo, Augusta Fransina van der Heijde di Solo pada 14 September 1904.
Beberapa bulan setelah menikah, A. Th. Soumokil pindah ke Surabaya dan segera mengikuti ujian kenaikan pangkat dari Commies kelas 3 untuk menjadi Commies kelas 2 pada November 1904.
Sekitar satu tahun setelah menikah pasangan Amelius Thomas Soumokil dan Augusta Fransina van der Heijde dikaruniai seorang putera yang dinamai Christiaan Robbert Steven Soumokil yang lahir di Kesugihan, Jawa Timur pada 13 Oktober 1905. Di kemudian hari, Christiaan Robbert Steven Soumokil dikenal sebagai tokoh Negara Indonesia Timur dan Republik Maluku Selatan.
Namun, karena tuntutan dinas, A. Th. Soumokil sering berpindah dari satu daerah ke daerah lain, misalnya dari Surabaya dipindahkan ke Semarang. Kemudian, pada tahun 1907, A. Th. Soumokil dipindahkan dari Semarang ke Kalianda. Dia menggantikan Nijhoff yang pindah tugas Lawang. Setelah itu, A. Th. Soumokil berdinas di Lasem sebelum kembali pindah ke Surabaya pada November 1910.
Hanya saja, di Surabaya, A. Th. Soumokil juga tidak berlangsung lama karena segera dipindahkan ke Weltevreden sebagai Commies kelas 2. Namun, karir A. Th. Soumokil mengalami peningkatan karena pada Juli 1914 dia dipromosikan untuk menduduki posisi sebagai Commies kelas 1. Jabatan yang cukup terpandang pada zaman itu. Dengan orang tua yang sering berpindah, tentu membawa konsekuensi bagi Chris Soumokil kecil untuk berpindah dari satu kota ke kota lain.
Dari Jawa, A. Th. Soumokil dipindahkan ke Tebing Tinggi ke Pangkal Pinang pada Juni 1916, sehingga dia harus memboyong isteri dan Chris Soumokil ke Tebing Tinggi dengan menumpang Kapal Treub.
Ternyata masa dinas A. Th. Soumokil di Tebing Tinggi tidak berlangsung lama, karena pada Maret 1917, dia dipindahkan lagi ke Pangkal Pinang.
Masa Dinas di Pangkal Pinang juga berlangsung relative singkat karena hanya satu setengah tahun, karena pada Oktober 1918, A. Th. Soumokil dipindahkan dari Pangkal Pinang ke Solo dengan promosi jabatan sebagai Hoofd Commies menggantikan JC Bal yang dipindahkan ke Pangkal Pinang juga sebagai Hoofd Commies.
Untuk itu, bisa dibayangkan masa kecil dan pendidikan dasar (Europese Lagere School), Chris Soumokil dijalani di berbagai kota sebelum menyelesaikan di Surabaya, Medan. Namun, pada akhirnya menyelesaikan Lagere School di Semarang. Setelah menamatkan pendidikan dasar, Chris melanjutkan pendidikan sekolah menengah di Hoogere Burgerschool (HBS) Semarang. Namun, ayahnya A. Th. Soumokil juga memiliki karir yang cukup bersinar di Kantor Pos dan Telegrafie, karena pada Juni 1923, dia diangkat sebagai inspektur di Post dan Telegrafie. Jabatan ini, termasuk sangat menterang bagi orang pribumi pada masa itu.
Setelah ayahnya pension dari dinas berangkat ke Belanda karena Chris Soumokil melanjutkan Pendidikan menengah di Belanda, kemudian melanjutkan studi sarjana hingga menjadi doctor hukum di Universitas Leiden.(**)
Penulis, Anthony Saija dari Institute for Strategic Studies Caribbean Curacao.