Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
DaerahHeadline

Skandal Pemutihan Mobil Dinas: Sekda Dan Kadishut Diduga “Main Mata”

44
×

Skandal Pemutihan Mobil Dinas: Sekda Dan Kadishut Diduga “Main Mata”

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

AMBON, MM. – Dugaan persekongkolan dalam proses pemutihan kendaraan dinas di lingkup Pemerintah Provinsi Maluku, mencuat ke publik.

Satu per satu fakta terkuak, memperlihatkan adanya dugaan “main mata”  dengan mengabaikan aturan negara  demi kepentingan pribadi segelintir pejabat.

 

Kasus ini  diduga menyeret nama Sekretaris Daerah Maluku, Sadali Ie. Saat menjabat sebagai Penjabat Gubernur, ia mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 9 Tahun 2025 tertanggal 6 Januari yang menunjuk dirinya sendiri sebagai pembeli kendaraan dinas jenis Toyota Fortuner milik Dinas Kehutanan.

 

Proses pembelian itu dilakukan tanpa mekanisme lelang, yang sesungguhnya wajib ditempuh.

Berdasarkan dokumen yang diperoleh, pembayaran dilakukan pada 18 Februari 2025 senilai Rp50 juta. Padahal, mengacu pada surat resmi Kepala Dinas Kehutanan,  Haikal Baadilah tertanggal 5 Juni 2025, penghapusan aset hanya bisa dilakukan setelah ada SK Gubernur dan pelunasan pembayaran sesuai jadwal.

 

Namun, agar tidak sampai melibatkan Gubernur Hendrik Lewerissa, proses administrasi diputar balik, tanggal dimajukan ke Februari, sehingga  membuat transaksi tersebut dikategorikan cacat administrasi.

 

Mengacu pada regulasi, terdapat beberapa aturan yang menjadi acuan dalam penghapusan atau pemutihan kendaraan dinas. Di antaranya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 49 , menegaskan bahwa barang milik negara/daerah hanya dapat dihapus dari daftar inventaris apabila sudah tidak memiliki nilai guna,  dan dilakukan berdasarkan keputusan pejabat berwenang.

 

Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Pasal 3 mengatur bahwa setiap barang milik daerah harus digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan

pelayanan publik, dan penghapusan dilakukan bila barang tersebut rusak berat atau tidak layak pakai.

 

Sementara itu, Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah Pasal 428 hingga 436 mengatur mekanisme penghapusan barang milik daerah, termasuk kendaraan dinas, yang wajib melewati tahapan administrasi ketat.

 

Konspirasi Dilingkaran Birokrasi

 

Tak hanya berhenti di situ, rapat-rapat koordinasi untuk memuluskan langkah ini disebut telah berlangsung di ruang BPKAD. Hadir di dalamnya sejumlah pejabat penting,  Kepala BPKAD, Kepala Biro Hukum, hingga Kepala Dinas Perhubungan. Indikasi ini memperkuat dugaan bahwa kongkalikong pemutihan bukan sekadar kelalaian individu, tetapi melibatkan lebih dari satu pihak dalam lingkaran birokrasi.

 

Merujuk pada aturan yang berlaku, khususnya Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 Pasal 364, ASN yang hendak membeli kendaraan dinas tanpa mekanisme lelang harus memenuhi syarat masa kerja sebagai pejabat pengawas minimal lima tahun. Selain itu, setiap penghapusan aset wajib didasarkan pada SK kepala daerah. Dengan demikian, langkah Sadali Ie saat menunjuk dirinya sendiri melalui SK tanpa lelang , jelas bertentangan dengan regulasi yang ada.

 

Kasus ini tidak bisa hanya dilihat sebagai kesalahan individu. Tanggung jawab melekat  ada pada Dinas Kehutanan sebagai pemilik aset, BPKAD sebagai pengelola keuangan daerah, hingga Inspektorat yang seharusnya melakukan pengawasan ketat. Kelemahan fungsi kontrol inilah yang membuka ruang bagi praktik-praktik manipulatif.

 

“Mobil ini aset dinas kehutanan. Penghapusan harus ada SK Gubernur, dan pembayaran sesuai jadwal resmi. Kalau SK dimundurkan ke Februari, itu cacat administrasi,” tegas sumber internal Pemerintah Provinsi Maluku, Minggu (21/9).

 

Masyarakat pun menyoroti praktik pemutihan yang terkesan dipaksakan ini. Pasalnya, di tengah sorotan publik terhadap transparansi pengelolaan keuangan daerah, justru muncul kasus penghapusan aset yang sarat rekayasa. Bahkan Gubernur Hendrik Lewerissa saat mulai menjabat,  menolak pembelian mobil dinas baru dari Pemerintah Daerah Provinsi Maluku

 

“Bagaimana masyarakat bisa percaya pada birokrasi jika aturan sendiri dilanggar oleh pejabat tinggi? Pemutihan ini bukan hanya masalah mobil, tetapi menyangkut integritas kepemimpinan dan wibawa pemerintah daerah,” kritiknya.

 

Kecurigaan lain yang muncul adalah adanya upaya untuk menghindarkan keterlibatan Gubernur Hendrik Lewerissa. Dengan cara memundurkan tanggal SK dan mempercepat pembayaran, hingga proses pemutihan tidak perlu melalui tanda tangan Gubernur baru. Ini semakin menguatkan dugaan bahwa ada kepentingan personal yang dimainkan di balik layar.

 

Kini bola panas berada di tangan aparat penegak hukum. Publik menunggu, apakah kasus ini akan benar-benar diusut tuntas atau dibiarkan tenggelam di balik meja birokrasi.

 

Sebab, jika praktik pemutihan mobil dinas dibiarkan tanpa koreksi, bukan mustahil akan menjadi preseden buruk. ASN lain akan meniru jalan pintas yang sama, membeli aset negara tanpa lelang, memanipulasi tanggal administrasi, bahkan menunjuk dirinya sendiri sebagai pembeli.

 

“Kalau ini lolos, ke depan siapa saja bisa buat SK untuk dirinya sendiri. Negara akan kehilangan aset, sementara rakyat kehilangan kepercayaan,” pungkas Sumber.(MM-9)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *