AMBON, MM. – Pemilihan sejumlah Ketua RT di Kelurahan Rijali (Belakang Soya) Kecamatan Sirimau, Kota Ambon yang berlangsung pada hari Minggu (31/08) kemarin berlangsung cukup lama namun dapat ditolerir oleh sebagian masyarakat pemilih.
Ini terlihat dari surat undangan yg mencantumkan pukul 13.00 sampai pukul 15.00 untuk pemilihan, namun acaranya berlangsung pada pukul 16.05.
Ny.Tanasale yang ditugaskan dari Kecamatan Sirimau untuk mengawasi jalannya pemilihan menjadi kesal dengan waktu yang diperpanjang oleh panitia pemilihan yang diketuai oleh Eduard Mual tersebut.
Setelah pukul 16.00 atau pukul 04 sore. Tanasale memerintahkan agar segera menutup pendaftaran pemilih karena kesempatan sudah diberikan satu jam lebih.
Dalam undangan kepada warga pemilih dicantumkan pukul 13.00 sampai pukul 15.00 padahal sudah diperpanjang sampai pukul 16.00 atau pukul 4 sore. Setelah mendengar kekesalan dan warga pemilih Ketua Panitia Pemilihan Eduard Mual pun segera mengetukan palunya sebagai tanda pendaftaran ditutup untuk melakukan perhitungan.
Perhitungan dapat dilakukan kalau 2/3 dari pemilih sudah terdaptar dan siap mencoblos nama calonnya.
Dari 3 (tiga) calon yang diusulkan oleh warga pemilih di RT 001 RW 04 adalah Dony Hitipeuw, Hengky Nukijuluw dan Tony Tamaela. Dan yang terpilih adalah Dony Hitipeuw dengan perolehan 16 suara, sedangkan Hengky Nikiyuluw dengan 9 suara, Tony Tamaela dengan (5) lima suara.
Pemilih di RT ini tidak serius melakukan pemilihan karena mendatangi tempat pemilihan sangat sedikit. Dari kondisi riel yang ada, banyak yang mempunyai hak menyalurkan hak suaranya untuk memilih namun tidak datang.
Tidak datangnya mereka karena ada dugaan calon yang dimasukkan dalam daftar pemilihan Ketua RtT001/04 (HN) adalah mantan narapidana.
Nus Labobar salah satu pemilih mengatakan adalah tidak wajar kalau warga RT 001/04 akan dipimpin oleh seorang mantan narapidana. ” Saya tidak setuju kalau warga RT dipimpin oleh seorang mantan narapidana apalagi tindak pidana korupsi” ujar Nus Labobar seraya menambahkan bahwa dia juga mendengar bahwa yang bersangkutan diduga sebagai koordinator parkir liar yang menerima setoran Rp.200.000 per hari dan ini sudah berlangsung bertahun – tahun.
Nus Labobar mengatakan mereka yang memarkir kendaràannya di depan swalayan Frish bukan tanahnya Frish tapi milik jalan umum sehingga pemungutan parkir di tempat tersebut merupakan “parkir liar sebab daerah itu termasuk daerah bebas parkir oleh Pemkot”.
Dia menjelaskan, dengan adanya setoran parkir liar 200 ribu sehari hal itu sama bahkan melebihi peneriman uang pensiun dalam tempo sebulan. Labobar mengatakan dalam sebulan, minimal harga setoran uang parkir liar yang diterima HN (RT sebelumnya) sebanyal 5 juta rupiah. Jadi kalau sudah bertahun–tahun maka jumlahnya sudah ratusan juta rupiah. “Ini lebih dari uang pensiun mantan pegawai negeri atau PNS katanya.
Labobar juga mengatakan boleh saja melakukan parkir tersebut tapi hendaknya dimasukkan ke kas RT untuk berbagai perbaikan lingkungan RT atau membantu warga RT yang ditimpa masalah misalnya meninggal dunia dsb.
Ia menyarankan agar Ketua RT terpilih untuk sering mengadakan rapat dengan warga agar menampung aspirasi warga dan mencari jalan keluarnya. (MM-01)

















